ALHAMDULILLAH. Perjalanan panjang berkat doa dan mimpi papa almarhum Ali Umar, akhirnya terwujud Kamis, 16 Maret 2023. Saya dikukuhkan menjadi profesor. Guru besar di Jungwon University Korea Selatan. Suatu momentum yang sangat saya syukuri.
Saya memang dilahirkan dari keluarga guru. Papa dan ibu guru sekolah dasar (SD). Pada akhir masa tugasnya almarhum papa bisa mencapai jabatan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Padangpariaman.
Dalam masa tugasnya, papa berhasil meraih berbagai prestasi, di antaranya guru teladan nasional tahun 1972.
Saya ingat papa sering memegang kepala sembari menatap. Kemudian berucap, “Nanti kamu jadi profesor ya, Nak.” Saya waktu itu menjawab, “Iya, Pak.” Namun, belum terbayang bagaimana cara mencapainya. Bahkan, ketika masuk sekolah menengah, saya hanya membayangkan seorang profesor itu seperti Albert Einstein dengan wajah seperti gambar yang kita lihat.
Waktu saya masih SD, papa juga bercerita tentang banyak tokoh seperti BJ Habibie sekolah ke Jerman dan mampu membuat pesawat melalui perusahaan yang dibangunnya yakni PT Nurtanio dan juga Ir. Sutami yang merupakan ahli jalan layang cakar ayam.
Papa juga bercerita banyak tentang tokoh-tokoh lainnya. Itu yang dimaksud sekarang ini adalah kemampuan literasi. Sampai sekarang lekat dalam ingatan saya, berbagai cerita tentang tokoh.
Saya ingat juga literasi papa yang bercerita tentang geografi berbagai negara di dunia. Sampai sekarang tetap saya ingat. Saya mengalami pendidikan SD, SMP, dan lulus SMA tahun 1994 di Pariaman dengan suasana anak kampung ketika itu.
Ketika SD mengikuti permainan seperti anak kampung main di sungai, sawah, kebun, laut, pantai secara bebas. Ketika SMP mulailah papa menambah kemampuan Bahasa Inggris dengan belajar di rumah melalui buku dan kaset yang dibelinya dengan cara kredit tiap bulannya.
Papa menjelaskan bahwa kaset itu ia beli dengan kredit sistem potong gaji. Karena itu saya harus menggunakannya secara optimal. Bahkan papa ikut menunggui ketika saya belajar mandiri melalui kaset. Lalu, dialog Bahasa Inggris dengan papa.
Suatu memori pembelajaran orang tua dan anak yang sangat indah dalam memori saya sekarang. Sekolah menengah atas saya di SMA 2 Pariaman jurusan fisika. Sekolahnya waktu itu masih dalam kondisi sederhana. Meski begitu, kami yang sekelas memiliki budaya belajar yang tinggi.
Persaingan antarsiswa ditandai dengan persaingan pelajaran. Kawan-kawan sekelas rata-rata diterima di perguruan tinggi negeri. Selanjutnya, saya kuliah awal di STPDN di Jatinangor. Sekolah ikatan dinas untuk pegawai negeri dalam program diploma 3.
Kemudian lanjut sarjana ke STIA LAN RI. Juga perguruan tinggi untuk pegawai negera dan pegawai BUMN. Setelah itu ke Magister Administrasi Publik Universitas Gadjahmada (UGM). Saya memilih jurusan Kebijakan Publik.
Kebijakan publik adalah suatu ilmu dan metodologi untuk memecahkan masalah publik. Memang cocok untuk bidang pekerjaan yang saya geluti. Yakni pegawai negeri sipil yang harus melayani dan memberikan solusi untuk permasalahan publik.
Apalagi ketika saya menjadi pejabat publik sebagai wali kota. Analisis kebijakan publik seolah-olah menjadi seorang profesor dalam pikiran saya untuk menghasilkan keputusan publik yang akan berdampak kepada masyarakat.
Dengan pakem analisis kebijakan publik ini saya terbiasa menerima policy input atau masukan dari berbagai pihak dalam mengambil keputusan. Saya pun terlatih untuk membuat strategi dan rencana implementasi.
Karena dalam analisis kebijakan publik tersebut keputusan publik yang telah diputuskan harus diikuti oleh rencana implementasinya. Itu akan sangat membantu dalam eksekusi suatu kebijkan publik.
Banyak kelemahan pada pejabat politik dan pemerintahan yang membuat rencana, tapi lemah dalam eksekusi. Ini bukanlah pejabat publik yang efektif. Setelah selesai S2 di UGM tahun 2001, saya melanjutkan kuliah doktor di S3 IPB di tahun yang sama.
Pada awalnya saya ikut program studi ekonomi pertanian. Namun semester keduanya saya mulai ikut program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam (PSL) dan lingkungan dengan jurusan manajemen dan kebijakan sumberdaya alam dan lingkungan.
Kembali saya mengambil jurusan kebijakan yang akan memperkuat ilmu kebijakan publik saya semasa kuliah di UGM. Bedanya adalah di UGM lebih pada pendekatan kualitatif karena berada di lingkungan Fisipol, sedangkan di IPB lebih banyak pendekatan kuantitatif karena berada dalam lingkungan kalangan eksakta.
Dalam penyusunan disertasi, saya lakukan penggabungan kedua kekuatan pendekatan metodologi tersebut sehingga menjadi disertasi dengan metodologi yang berbeda di “mazhab” UGM dan IPB.
Pada tahapan awal sampai 2 tahun penulisan disertasi saya hanya memperdebatkan kedua pendekatan metodologi dengan dosen pembimbing di IPB. Beruntung saya memiliki dosen penyeimbang Dr. Lala Kolopaking yang berasal dari jurusan Sosiologi yang lebih memahami pendekatan sosial.
Namun saya sangat bersyukur bisa ditempa oleh dosen jurusan Ekonomi, Lingkungan dan Teknologi Pertanian. Yakni Dr. Parulian Hutagaol, Prof. Dr. Kooswardhono, Prof. Dr. Seododo.
Saya waktu penulisan disertasi dibimbing oleh empat orang dosen. Di sini saya betul mengalami perdebatan pendekatan, yakni sosial, ekonomi, lingkungan dan rekayasa teknologi.
Walaupun memakan waktu tetapi saya bersyukur dalam mengambil jalan tengah dengan menambah “resep” saya sendiri yang saya dapatkan juga di UGM. Sehingga hasil penelitian saya berbeda dengan di IPB namun juga berbeda dengan di UGM. Mengambil kombinasi tergantung kepada masalah publik yang dihasilkan.
Dalam disertasi tersebut ada pendekatan sosiologi yang berisikan bagaimana menghargai kearifan lokal dalam pembangunan, dan bagaimana memandang pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Cara membangkitkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, bagaimana membangun kelembagaan untuk melaksanakan program pembangunan, membangun kelembagaan yang merupakan co-manajemen antara organisasi pemerintah, masyarakat, instansi lainnya dalam mengelola suatu sumber daya alam.
Disertasi juga memuat bagaimana menghitung secara ekonomi nilai suatu sumber daya alam, dan sejauh mana kita bisa dan perlu melakukan rekayasa lingkungan, namun keseimbangan lingkungan tetap terjaga.
Ada juga dalam disertasi tersebut sejauh mana kerusakan lingkungan telah terjadi dan apa keputusan publik untuk memperbaikinya dengan terukur. Setelah selesai kuliah S3 ini dalam beberapa tahun kemudian, barulah saya sadar bahwa perdebatan metodologi yang panjang dengan dosen pembimbing ini sangat bermanfaat.
Bahwa untuk menyelesaikan masalah publik tidak ada ilmu yang dominan. Semua pendekatan keilmuan dapat digunakan untuk memecahkan masalah publik tergantung tingkat kepelikan suatu masalah publik. Dalam kuliah di IPB ini saya bekerja paruh waktu di beberapa tempat karena dalam kuliah di S3 ini saya tidak ada beasiswa pemda.
Saya bekerja menjadi konsultan/peneliti di Kementrian Lingkungan Hidup, pembahas hasil riset di badan Litbang Kemendagri, ikut membantu program JICA HRD LG di Badan Diklat Kemendagri serta peneliti program Tecnical Assitant untuk kenaikan tarif dasar listrik di Ditjen Kelistrikan dan Pemanfaatan Energi Deptamben, dan berbagai konsultan lain.
Dalam kuliah S3 ini saya juga mulai mengajar sebagai dosen luar biasa di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) kampus Jakarta mengampu mata kuliah Berpikir Serba Sistem tahun 2004, dan mengajar di perguruan tinggi swasta di Jakarta. Dalam kuliah di S3 IPB ini dalam masa penelitian saya juga ikut kuliah di University Kebangsaan Malaysia (UKM) jurusan Political Sains.
Pada saat ujian disertasi doktor, dosen penguji adalah Dr. Hermanto Siregar, Rektor IPB dan empat orang dosen pembimbing serta satu orang penguji luar (eksternal examiner) yakni Dr. Siti Nurbaya yang waktu itu adalah Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang sekarang menjadi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Di sinilah saya mempertahankan disertasi saya yang berisikan berbagai ilmu dan konsep yang telah saya dapat, baik di perkuliahan dan pendalaman bacaan saya. Begitu pula perbedaan pendekatan antara Fisipol UGM dan IPB.
Usai mendapatkan gelar doktor, saya pindah tugas ke Sekretariat Jenderal DPD RI. Saya mendapatkan amanah memegang kerja sama antar-lembaga parlemen. Saya banyak membantu pimpinan dan anggota DPD RI melakukan misi kerja sama antar-lembaga parlemen luar negeri, baik regional, multilateral dengan lembaga-lembaga internasional seperti World Bank, Parlementarian Network on the World Bank (PNoWB), Global Legislative for Balance Ecology (GLOBE) dengan kantor pusatnya di Parlemen Inggris.
Meski bekerja sebagai pejabat struktural di Setjen DPD RI, sebagai seorang doktor untuk tetap melatih ilmu, saya tetap mengajar di beberapa perguruan tinggi swasta dan negeri di Jakarta.
Bahkan saya juga diundang menjadi eksternal examiner mahasiswa S3 di Lim Kok Wing University Malaysia, dan pembicara konferensi nasional maupun internasional seperti Universitas Kuala Lumpur.
Dalam kapasitas bertugas di Setjen DPD RI, saya beberapa kali ditugaskan untuk mengikuti tugas penting di luar negeri. Baik kunjungan bersifat bilateral menyangkut kunjungan antar dua lembaga parlemen dengan parlemen negara tujuan.
Ada kunjungan multilateral seperti konferensi antara lembaga parlemen internasional, seperti parlemen, asia tenggara, asia, maupun parlemen dunia atau Inter Parliament Union (IPU)
Beberapa kali saya mengikuti konferensi yang membahas isu lingkungan, HAM, perempuan dan anak, penanganan drugs/narkoba serta legislative study dan lain lainnya. Dalam bertugas di Setjen DPD RI ini, kegiatan akademik mengajar di perguruan tinggi masih tetap dilakukan.
Di situlah saya bisa terus mempelajari matakuliah yang saya ajarkan, termasuk saya ikut juga membimbing mahasiswa. Tahun 2013 saya ikut Pilkada Kota Pariaman sebagai wakil wali kota dan dinyatakan terpilih. Mulailah saya mengambil peran baru sebagai Wakil Wali Kota Pariaman.
Ini juga kesempatan bagi saya untuk menerapkan ilmu public policy yang telah saya pelajari bertahun-tahun lamanya. Hal pertama yang saya lihat adalah di mana sumber masalah pertumbuhan ekonomi masyarakat Kota Pariaman.
Dengan melihat potensi, maka pilihan yang terbaik adalah memilih sektor pariwisata sebagai unggulan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Alhamdulillah kebijakan menjadikan pariwisata sebagai sektor unggulan ini kemudian mampu mengangkat perekonomian Kota Pariaman.
Tahun 2018 saya terpilih menjadi wali kota Pariaman. Inilah momen penting untuk menerapkan ilmu public policy. Saya mulai mengeksplor semua potensi kota dan keterbatasan pemerintah kota dengan mamberikan solusi kebijakan terhadap berbagai permasalahan dan potensi tersebut.
Semua dinas harus memberikan kontribusi inovasi untuk membangun daerah. Praktik baik kepemerintahan (good governance practice) ditetapkan oleh pemko dalam mencapai RPRPJM menyangkut visi, misi dan program unggulan daerah.
Pariaman menjadi daerah tujuan wisata bagi Sumatera Barat, Jambi dan provinsi lain di Sumatera. Program wisata ini mampu mengangkat ekonomi masyarakat. Program pendidikan wajib belajar 12 tahun membuat anak SD, SMP, SMA bisa sekolah gratis.
Lalu, Program Saga Saja, satu keluarga satu sarjana dengan mengirim pemuda Pariaman ke beberapa politeknik baik di Sumatera maupun Pulau Jawa. Hasil Saga Saja saya targetkan pemuda di Pariaman tersebut kuliah di politeknik.
Setelah tamat mereka bekerja dan merekalah nantinya yang akan membawa keluarganya ke luar dari kemiskinan. Saya ingin pemuda-pemudi di Pariaman memiliki sikap optimistis dalam memandang hidup. Sebagai pemimpin di Pariaman saya terus berupaya memberikan mereka akses seluas-luasnya untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Membangun mimpi mereka bisa sukses di masa datang dan mungkin saja meraih gelar akademik tertinggi nantinya. Usaha yang gigih dan doa orangtua akan mengantarkan mereka meraih kesuksesan. Mewujudkan mimpi di kemudian hari. (*)