Menjadi seorang guru adalah panggilan jiwa bukan sekedar sumber pencarian semata namun sudah menjadi hobi yang bila tak diikuti seakan ada yang kurang dalam diri. Menjadi guru bukan hanya mengajar dan mendidik saja namun harus bisa mengembangkan bakat dan talenta para siswa.
SD N 18 Nagari adalah tempat dimana saya mengajar dan membagi ilmu sejak 13 tahun yang lalu. Di sini saya dipercaya oleh ibu kepala sekolah ibu Hasnidar, S.Pd untuk menjadi pembimbing dan pelatih di bidang baca dan tulis puisi serta bercerita.
Hal ini seiring sejalan dengan bakat yang saya punya. Ditempatkan di sekolah yang jauh dari pusat kabupaten membuat saya sulit mendapatkan informasi. Bakat dan hobi yang saya punya seakan mati suri namun tetap saya tularkan pada anak didik, saya tak lagi jadi pemain utama semua digantikan oleh para siswa.
Sekolah kami selalu dipercaya untuk mewakili kecamatan Tanjungraya dalam ivent lomba baca puisi, cipta puisi serta bercerita. Pada tahun 2020 tepatnya saat saya sedang hamil anak ketiga, sedang dalam perjuangan berat karena awal hamil saya patah selera apapun tak enak terasa, hingga saya harus istirahat total dibuatnya.
Surat masuk lomba cipta dan baca puisi antar siswa se-kabupaten Agam masuk, ibu kepala mengabari, di tengah keadaan seperti ini saya menyanggupi melatih dan membimbing anak untuk mengikuti. Hati saya terusik. Jiwa saya tergelitik seakan memberi suatu kekuatan dan semangat baru.
Sejenak kondisi badan terlupa. Dan alhasil, alhamdulillah kami bisa mendapatkan Juara I Lomba Cipta dan Baca Puisi bertemakan Buya Hamka antar siswa sekabupaten Agam yang diwakili oleh ananda Angel Aulia.
Pada tahun 2021 saat anak yang saya kandung sudah lahir baru berusia 4 bulan, saya dapat informasi lomba cipta dan baca puisi antar guru sekabupaten agam. Informasi saya dapatkan dari grup WA komunitas guru inspiratif yang dikirimkan oleh ibu Darneswati.
Wah kenangan masa emas dulu kembali terlintas, ingin rasa mengulang sejarah. Dicoba mohon izin pada suami. Namun awalnya beliau mematahkan karena tak mungkin untuk diikuti karena anak masih ASI.
Wah…timbul gejolak dalam dada. Perang batin dibuatnya. Antara mengikuti atau melupakan. Tapi saya tak berputus asa. Dicoba meyakinkan suami yang juga berprofesi sebagai seorang guru dengan mempersiapkan semua keperluan si kecil.
Seminggu menjelang lomba, saya stok ASI hingga saya mendapatkan tujuh botol . Izin suami telah dikantongi. Dipersiapkanlah diri. Ditambah sekolah pun memasilitasi. Malahan diberi bantuan transportasi. Berangkatlah saya ditemani buk Neny Yuliani .
Perlombaan diadakan di hotel Sakura. Ada 50 peserta. Loloslah saya 15 besar untuk memperebutkan 3 besar. Pada kondisi ini tubuh sudah mulai tak bersahabat karena sudah sore hari. Badan sudah hangat dingin karena anak ditinggal sejak pagi hari.
Lubukbasung yang berhawa panas sejenak terasa dingin. Terpaksalah saya memakai jaket. Ibu menyusui pasti tau bagaimana rasanya, saya tetap berusaha tampil profesional . Apa yang saya rasa ternyata terbaca oleh salah seorang juri, bang Pinto Janir namanya.
Dalam hati, saya berpikir, keren juga ini juri. Baru ini kali, saya bertemu juri kayak gini. Kok bisa menangkap dan membaca bahasa tubuh peserta. Bahkan seakan bisa membaca, apa yang sedang saya pikirkan.
Salut saya, pada bang Pinto. Beliau mengomentari gerakan saya kurang luwes . Seperti sedang senyimpan sesuatu. Ya, saya jawab apa adanya. Saat pengumuman juara, ingin rasanya mengikuti.
Tapi apa daya badan sudah tak bisa diajak kompromi lagi ditambah stok ASI di rumah sudah habis. Bercabang pikiran antara berdiam diri atau pulang. Akhirnya saya memilih pulang.
Selepas Isya sampai di rumah, ditunggu informasi di grup tak ada. Ditanya sama teman, katanya saya juara tiga. Namun saya belum percaya. Akhirnya ditanyalah pada panitia. Ternyata memang benar, saya juara tiga.
Alhamdulillah sebuah perjuangan yang tidak sia–sia terobati rasa sakit, terobati anak baby yang ditinggalkan dari pagi hingga Isya. Akhirnya penyerahan hadiah pun diserahkan secara simbolis di museum Buya Hamka, karena saya juga membawa anak didik lomba bercerita, yang Alhamdulillahnya anak didik saya juga memperoleh juara 3 yaitu ananda Assyifa Ramadhan.
Sungguh kebahagian tiada tara saya bisa mempersembahkan yang terbaik untuk kecamatan umumnya dan sekolah saya khusunya. Semangat itu belumlah terhenti, Universitas Negeri Padang mengadakan lomba menulis dan fotografi.
Saya pun mengikutinya. Alhamdulillah, lomba menulis saya mendapat Juara Harapan I dan fotografi harapan empat. Apa yang saya dapat tak terlepas dari orang terkasih atas dukungan dan do’a dari suami, orang tua dan saudara serta anak–anak tercinta, motivasi dan dukungan dari teman–teman semua.
Sedikit pesan dari saya, jangan jadikan hamil ataupun anak sebagai halangan dalam mengukir prestasi. Kuncinya hanya pandai–pandai membagi waktu. Selalu motivasi diri. Jangan pernah minder dengan kemampuan.
Untuk mendapatkan sesuatu ada prosesnya, lalui dengan selalu belajar dan belajar, karena kita bisa karena terbiasa. Saya ibu beranak tiga dan suami yang juga bekerja bisa melakukannya begitupun rekan guru semua. (***)