Djohermansyah: Sebaiknya Diundur ke 2021

122
Djohermansyah Djohan. (net)

Pakar Otonomi Daerah (Otda) Indonesia Prof Djohermansyah Djohan menilai, sebaiknya pilkada 2020 yang akan diselenggarakan 9 Desember mendatang ditunda ke bulan Maret, Juni, atau September tahun 2021.

Dengan penundaan tersebut, pelaksanaan pilkada serentak akan lebih aman dari penularan Covid-19. Pasalnya, jika tetap dilaksanakan maka kondisi perkembangan kasus positif Covid-19 hingga kini masih belum melandai, sangat potensial untuk melahirkan klaster pilkada.

”Bukan 1.000-2.000, tapi akan sampai hitungan jutaan orang-orang (yang akan tertular Covid-19), dari melihat titik-titik pertemuan yang akan dilakukan seperti penetapan pasangan calon dan kampanye yang nanti bakal rame-rame lagi,” katanya kepada Padang Ekspres, kemarin (16/9).

Mantan Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Otda Kemendagri) ini menjelaskan, potensi akan melahirkan klaster pilkada tersebut lantaran tidak ada sanksi yang tegas dan keras dari pihak penyelenggara pilkada.

”Sanksi tegas dan keras itu misalnya kalau masih melanggar protokol kesehatan Covid-19, lalu paslon didiskualifikasi kan tidak ada. Jadi, (paslon akan menganggap) siapa takut,” sebutnya.

Jika pilkada dipaksakan untuk tetap dilaksanakan Desember tahun ini, sambung Prof Djo, besar kemungkinan berdampak kepada jumlah partisipasi pemilih. Dia memperkirakan, jumlah partisipasi pemilih yang ditargetkan 70 persen oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan turun rendah.

”Jangan sampai (nanti jumlah partisipasi pemilih hanya) 50 persen. Kalau jumlah partisipasi pemilih hanya 50 persen dari jumlah pemilih yang terdaftar atau DPT, maka itu legitimasi paslon yang menang akan dipertanyakan. Karena ga sampai separuh, paslon itu sudah menang. Nah separuh lagi orang ga ikut nyoblos ke TPS,” ujarnya.

Lebih lanjut eks Pejabat Sementara Gubernur Riau asal Sumbar ini menyampaikan, agar pilkada 2020 tetap dilaksanakan Desember mendatang dan tetap aman dari Covid-19, maka alternatifnya adalah mengubah Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 mengatur tentang pemilihan langsung menjadi pemilihan lewat DPRD.

”Kalau DPRD kan cuma segelintir orang. Paling berapa sih, 25 sampai 100 orang. Diatur protokol kesehatan Covid-19 dengan baik. Nah itu bisa juga sebagai salah satu alternatif tapi harus dengan perubahan Undang-undang yang bisa diatur dengan perppu, kesepakatan antara pemerintah dengan DPR,” jelasnya.

Dengan begitu, dia menerangkan bahwa tata cara pemilihan otomatis akan berubah. Kalau pemilihan lewat DPRD, maka tahapannya cukup sampai penetapan paslon. Tugas KPU dan Bawaslu hanya sampai penetapan paslon, kemudian diambil alih oleh DPRD.

”Dibentuk panitia pemilihan di DPRD masing-masing. Setelah itu, kalau memang misalnya keputusan arahnya ke situ, jadi tidak dilanjutkan ke tahapan kampanye. Jadi, bisa menghindari penularan Covid-19 yang akan menyebabkan korban rakyat, korban penyelenggara, dan korban paslon. Tapi, kembali ke opsi pertama tadi yang paling baik ditunda tahun depan,” ungkap Prof Djo.

Baca Juga:  Darizal Basir Tanamkan Nilai Nilai Pancasila Lewat Sosialisasi IV Pilar

Salah seorang Bapaslon Gubernur-Wakil Gubernur Sumbar, Ali Mukhni kepada Padang Ekspres mengatakan, pihaknya selaku bapaslon akan mengikuti apapun kebijakan pemerintah terkait pilkada 2020.

”Kita mengikuti saja kebijakan pemerintah. Kalau tetap lanjut kita ikuti sebaliknya kalau ditunda tetap akan ikuti kebijakan itu. Sebab, tentu pemerintah yang lebih tahu karena sudah lebih dalam mengkaji soal sebab-akibat, dampak, dan dampak pilkada serentak tahun 2020 yang akan diselenggarakan 9 Desember mendatang,” ujar Bupati Padangpariaman ini.

Di sisi lain, menurut Bapaslon Nasrul Abit, Pilkada 2020 tidak perlu ditunda dan tetap dilaksanakan pada 9 Desember mendatang dengan tetap mengikuti protokol kesehatan Covid-19. Pasalnya, proses sudah berjalan ke tahapan penetapan paslon. Selain itu dari segi biaya, KPU dan Bawaslu telah banyak menggelontorkan anggaran keuangan untuk penyelenggaraan Pilkada 2020.

”Kalau ditunda, 13 kepala daerah kabupaten/ kota ditambah provinsi nantinya, tentu akan ada Plt (pelaksana tugas, red) segitu banyak. Belum lagi di provinsi lain. Kalau ditunda tidak akan menyelesaikan masalah juga. Covid-19 ini belum tahu kapan akan selesai,” katanya.

Namun demikian selaku salah satu bapaslon, eks Bupati Pesisir Selatan dua periode ini akan mengembalikan sepenuhnya kepada pemerintah pusat terkait kebijakan ditunda atau tidak penyelenggaraan Pilkada 2020.

”Kita ini kan peserta. Sebagai peserta kita serahkan sepenuhnya kebijakan kepada pemerintah pusat. Mudah-mudahan pemerintah pusat akan memikirkan dari segala aspek, karena kalau kita hanya fokus saja dengan Covid-19, maka yang lain akan terbengkalai dan bisa menimbulkan masalah baru,” imbuh Nasrul Abit.

Hal senada juga disampaikan Bapaslon Genius Umar. Wali Kota Pariaman ini menyampaikan Pilkada 2020 tetap dilaksanakan 9 Desember mendatang dengan adaptasi kebiasaan baru, dan mengikuti protokol kesehatan Covid-19. Bukan lagi pilkada dengan pola konvensional seperti tahun-tahun sebelumnya.

”Di Pilkada tahun ini harus banyak muncul gagasan baru. Seperti, aturan kampanye melalui media cetak maupun elektronik, dan media sosial sehingga masyarakat dituntut lebih melek membaca. Prosedural yang dilakukan KPU juga mesti lebih mengedepankan sistem online sehingga tidak menimbulkan kerumunan massa. Saya pikir saat ini momentum bagi kita untuk memperbaiki sistem Pemilu yang lebih modern seperti yang telah diterapkan di Amerika, jangan lagi konvensional,” ungkap Genius. (i)