Sering Impor KRL Bekas Jepang, Nevi: Harus Ada Limit, Kapan Produksi Sendiri?

13

Anggota DPR RI Komisi VI, Hj. Nevi Zuairina mempertanyakan kapan bangsa Indonesia ini mampu memproduksi kereta listrik yang selama ini rutin impor KRL bekas dari Jepang sejak tahun 2000.

Hal tersebut disampaikannya pada rapat dengar pendapat Komisi VI dengan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia/KAI (Persero), Direktur Utama PT Kereta Commuter Indonesia/KCI, dan Direktur Utama PT INKA (Persero) beserta jajarannya.

Nevi mengatakan, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) mengimpor Barang Modal Dalam Keadaan Tidak Baru (BMTB).

“Saya mendengar akan ada masuk berupa 120 unit KRL tipe E217 untuk kebutuhan 2023 dan 228 unit KRL dengan tipe sama untuk kebutuhan 2024. Seharusnya perusahaan sudah memahami tentang kebutuhan akan KRL setiap tahun. Saya mempertanyakan, pengadaan import ini juga bagian dari milestone pengadaan KRL 2012 2026 atau kebutuhan yang tiba-tiba?” kata Nevi mempertanyakan.

Politisi PKS ini mengingatkan, rencana mengimpor KRL bekas dari Jepang ini mendapat penolakan Kementrian Perindustrian karena tidak memenuhi Syarat Minimal Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

Baca Juga:  Nevi Zuairina Serahkan Bantuan TJSL Semen Padang di Wilayah Sumbar II

Nevi menyayangkan, selain mengimpor rangkaian KRL eks Jepang tahun 2023-2024, KCI telah berkomitmen membeli rangkaian KRL baru buatan INKA senilai Rp4 triliun. Kontrak pengadaan kereta buatan domestik itu baru akan diteken pada Maret 2023 tapi selesai produksinya tahun 2025-2026.

“Saya mengakui bahwa impor menjadi lebih murah saat ini bila dibandingkan memproduksi sendiri di dalam negeri. Ini peringatan bahwa industri kita mesti diperbaiki dan menjadi tantangan, harus ada limit waktunya. Apakah kita import terus kereta listrik ini,” tegas Nevi,

Legislator asal Sumatera Barat ini mendorong PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) untuk mendahulukan produksi industri kereta dalam negeri dan memperhatikan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang tinggi dalam menyediakan sarana transportasi masyarakat.

“Yang tidak kalah penting adalah menjaga dan meningkatkan kualitas pelayanan transportasi masyarakat. Semua efisiensi dan efektivitas mesti terus dilakukan baik dari segi sarana fisik, manajemen hingga pelayanan kepada masyarakat,” ingatnya.(rel)