Pemilu 2024 berpotensi ditunggangi kepentingan kelompok ekstrimis bahkan terorisme. Hal itu menjadi salah satu isu yang akan diantisipasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) setahun ke depan.
Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar mengatakan, meski kelompok ekstrimis menolak legalitas pelaksanaan pemilu, namun mereka tetap berupaya menciptakan kekacauan melalui pemilu. Tentu dengan memanfaatkan suhu politik yang memanas.
”Ada itu. Sudah ada perubahan strategi dari peluru (teror langsung) ke kotak suara,” ujarnya dalam Dialog Kebangsaan bersama Parpol dalam Persiapan Pemilu di Jakarta, kemarin (13/3).
Bahkan, lanjut Boy, pihaknya mensinyalir ada sejumlah oknum ekstrimis yang sudah masuk ke dalam partai politik. Untungnya, partai politik yang terindikasi disusupi ekstrimis gagal lolos dalam verifikasi calon peserta pemilu di KPU RI.
Salah satu yang berpotensi ditunggangi adalah isu SARA yang akan memecah belah masyarakat. Mereka berharap terjadi kekerasan di masyarakat. “Ini satu siasat jaringan yang terafiliasi kelompok intoleran untuk bisa menjadi bagian dari pesta demokrasi untuk masuk ke dalam pesta demokrasi kita,” imbuhnya.
Untuk meminimalkan agenda tersebut, pihaknnya menggandeng KPU, Bawaslu, dan partai politik. Harapannya, semua stakeholder bisa mencegah pola kampanye politik yang berorientasi pecah belah melalui isu identitas.
Mendagri Tito Karnavian mengapresiasi upaya mitigasi yang dilakukan BNPT. Dia mengatakan, isu polarisasi yang berpotensi disusupi sudah menjadi perhatian pemerintah. Sejumlah upaya sudah dilakukan.
Di antaranya mengurangi masa kampanye dari biasanya lebih dari tiga bulan menjadi 75 hari saja. “Masa kampanye itu adalah masa rawan terjadinya polarisasi. Jadi ini akan mengurangi potensi keterbelahan,” ujarnya.
Kedua, lanjut Tito, pemerintah akan terus menggaungkan isu kebhinekaan di masyarakat. Bahkan, dia berharap kebhinnekaan itu dapat melampauai isu identitas yang nanti berpeluang digulirkan.
Sementara itu, Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin mengingatkan partai untuk tidak menghalalkan segala cara demi meraih kemenangan. Dia berharap polarisasi masyarakat pada Pemilu 2019 lalu jangan sampai terulang kembali. Parpol harus menggunakan cara-cara yang tepat dalam menggaet suara rakyat. Tidak dengan cara yang bisa menimbulkan perpecahan.
“Tidak menggunakan narasi-narasi yang bisa merusak keutuhan bangsa. Dan tidak menghalalkan semua cara untuk memperoleh kemenangan,” kata Ma’ruf kepada wartawan seusai acara.
Mantan Ketua Umum MUI itu menjelaskan, polarisasi masyarakat dalam Pemilu 2019 adalah pengalaman buruk. Polarisasi itu muncul akibat ada isu-isu identitas, kampanye hitam, berita hoaks, dan lainnya.
Ma’ruf juga mendeteksi gejala polarisasi sudah muncul. Di antaranya adalah kampanye menggunakan masjid. “Itu salah satu indikasi,” katanya.
Indikasi tersebut jika tidak segera dicegah, bisa merembet ke yang lainnya. Misalnya, kampanye di pesantren, lembaga pendidikan umum, dan fasilitas publik sejenisnya. Karena itu, lembaga penyelenggara Pemilu mesti melaksanakannya sesuai dengan aturan. Kemudian, berlaku adil dan jujur.
Kepada penegak hukum, dia juga meminta untuk terus melakukan pengawasan dan menindak setiap kali ada pelanggaran. Postingan-postingan di media sosial mulai diawasi. Karena berpotensi menjadi media untuk kampanye hitam. “Kepada masyarakat supaya tidak terprovokasi oleh isu-isu tidak benar yang kemungkinan muncul,” katanya. (far/wan/hud/jpg)