Kabar penghapusan tenaga honorer pada tahun ini terus memicu keresahan. Kebijakan itu mengacu Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Dalam Pasal 99 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2018 disebutkan, batas waktu kerja pegawai bukan ASN atau bukan PPPK hingga 28 November 2023.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin menegaskan, pihaknya akan mengupayakan tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal tenaga honorer tahun ini.
Dikatakan, pihaknya sudah meminta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB) untuk tidak gegabah melaksanakan ketentuan tersebut. “Sebab, dampaknya cukup besar pada stabilitas birokrasi bila salah terapi penyelesaiannya,” ujarnya kemarin.
Apalagi, lanjut Yanuar, selama ini tenaga honorer telah banyak membantu pemerintah dalam pelayanan publik, administrasi dan urusan-urusan teknis lainnya. Diakui, saat ini terjadi keresahan di kalangan tenaga honorer. Mereka terancam kehilangan pekerjaan.
Kondisi itu pula yang menjadi pendorong munculnya gelombang aksi dan protes di kalangan pegawai honorer. Yanuar menjelaskan, persoalan tersebut perlu disikapi dengan cermat.
Dia menyebut, solusi melalui rekrutmen PPPK sejauh ini masih belum bisa menyerap tenaga honorer secara maksimal karena formasi yang terbatas. Belum lagi, tidak sedikit pegawai honorer yang kesulitan lolos seleksi PPPK. Salah satunya kalah bersaing dengan pendaftar yang lebih muda.
Atas desakan Komisi II itu, Yanuar mengungkapkan bahwa Menteria PAN-RB Azwar Anas menyanggupi agar penyelesaian tenaga honor tidak akan merugikan siapapun. Dia pun optimistis tidak terjadi PHK massal pada tenaga honorer. “Pegawai honorer ini akan tetap bekerja di instansi pemerintah,” ungkapnya.
Menteri PAN-RB Azwar Anas menegaskan, penyelesaian penataan tenaga tenaga honorer dilakukan dengan sejumlah prinsip dengan tetap dalam koridor UU ASN. Prinsip pertama, menghindari PHK massal.
Kedua, penyelesaian dilakukan dengan tidak menambah beban fiskal yang signifikan bagi pemerintah. “Kemampuan ekonomi di setiap pemda tentu berbeda-beda. Untuk itu, penataan ini diharapkan tidak membebani anggaran pemerintah,” ujar Anas.
Anas mengakui, selama ini kontribusi tenaga honorer dalam pemerintahan memang cukup signifikan. Karena itu, pihaknya berkomitmen untuk melindungi nasib honorer. “Ini adalah komitmen pemerintah, DPR, DPD, asosiasi pemda, dan berbagai stakeholder lain untuk para tenaga non-ASN,” tutur Anas.
Soal teknisnya, Anas menyatakan pigaknya masih menyiapkan kajian. “Tentu nanti kita susun formulanya seperti apa agar sesuai koridor regulasi,” pungkasnya. (far/hud/jpg)