Pemerhati Jurnalis Siber (PJS) Sumbar menyorot hasil seleksi calon komisioner KPU kabupaten/kota di Sumbar. Pasalnya hasil kajian PJS Sumbar menilai ada enam bakal calon anggota KPU Pasaman Barat dan Bukittinggi yang terindikasi masih terlibat dalam partai politik.
“Hasil temuan kita ada dugaan enam calon. Empat calon di KPU Pasbar, dan dua calon di KPU Bukittinggi,” kata Wakil Ketua PJS Sumbar, Miko Elfisha, kepada Padang Ekspres, Selasa (28/3).
Untuk diketahui, saat ini tengah berlangsung seleksi bakal calon anggota KPU di 15 kabupaten/kota di Sumbar. Tim seleksi (Timsel) sudah mengumumkan hasil seleksi administrasi dan akan dilanjutkan pada seleksi lainnya.
Ada tiga bagian daerah timsel pada seleksi ini. Yakni Sumbar I, bertugas menyeleksi bakal calon komisioner KPU dari Kabupaten Agam, Dharmasraya, Kepulauan Mentawai, Limapuluh Kota dan Padangpariaman.
Lalu, Timsel Sumbar II, bertugas menyeleksi bakal calon komisioner KPU Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan, Sijunjung dan Kabupaten Solok. Dan Timsel Sumbar III akan menyeleksi bakal calon komisioner KPU Solok Selatan, Tanahdatar, Bukittinggi, Payakumbuh dan Kota Solok.
Miko menambahkan, tak tertutup kemungkinan di 13 KPU kabupaten/kota lainnya, ada yang juga lolos seleksi administrasi sebagai bakal calon komisioner KPU periode 2023-2028. “Kita masih terus memperbaharui datanya,” ujar wartawan Antara Sumbar ini.
Miko mengatakan, persyaratan calon anggota KPU salah satu di antaranya adalah mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik sekurang-kurangnya 5 tahun pada saat mendaftar sebagai calon.
Data yang diperoleh PJS, empat orang bakal calon komisioner di KPU Pasaman Barat diduga merupakan calon anggota legislatif (Caleg) di Pemilu 2019. Artinya, kalaupun telah mengundurkan diri sebagai kader partai, masa 5 tahun belum terlewati.
Sedangkan calon komisioner KPU Bukittinggi diduga dua orangnya merupakan pengurus partai di Pemilu 2019. Untuk kasus yang dua orang ini, bisa saja mereka telah mengundurkan diri dengan menyesuaikan jeda waktu 5 tahun tersebut.
Padahal, mereka mengisi surat pernyataan tidak pernah menjadi anggota partai politik dalam jangka waktu paling singkat 5 tahun pada saat mendaftar sebagai calon komisioner KPU (Form Model Surat Pernyataan 2-Calon, red) sebagai bagian dari kelengkapan dokumen persyaratan calon anggota KPU periode 2023-2028.
“Salah satu hal penting dari 15 poin persyaratan calon anggota KPU adalah mempunyai integritas, berkepribadian yang kuat, jujur dan adil (poin 4). Ternyata, mereka telah melanggarnya sejak awal. Ini memiriskan sekali,” ujarnya.
Pada 26 Maret 2023, hasil seleksi administrasi para bakal calon komisioner KPU 5 kabupaten/kota se-Sumbar ini telah diumumkan ketiga tim seleksi. Timsel Sumbar I telah menetapkan bakal calon komisioner yang lolos seleksi administrasi untuk KPU Agam sebanyak 48 orang, KPU Dharmasraya 44 orang, KPU Kepulauan Mentawai 33 orang, KPU Limapuluh Kota 56 orang dan KPU Padangpariaman 70 orang.
Timsel Sumbar II juga telah menetapkan bakal calon komisioner yang lolos seleksi administrasi untuk KPU Pasaman 39 orang, KPU Pasaman Barat 65 orang, KPU Pesisir Selatan 66 orang, KPU Sijunjung 41 orang dan KPU Kabupaten Solok 48 orang.
Timsel Sumbar III juga telah menetapkan bakal calon komisioner yang lolos seleksi administrasi untuk KPU Solok Selatan 37 orang, KPU Tanahdatar 56 orang, KPU Bukittinggi 46 orang, KPU Payakumbuh 41 orang dan KPU Kota Solok 34 orang.
Bagi yang lolos seleksi administrasi ini, selanjutnya akan menjalani proses ujian tertulis dengan sistem CAT (computer assesment test) yang akan digelar pada 30 Maret 2023, pukul 08.00 WIB sampai selesai di Gedung PPG UNP, Kompleks UNP Airtawar Barat, Padang.
“Keterlibatan masyarakat ini sangat penting, karena merupakan bagian dari ikhtiar kita bersama, menjadikan penyelenggara Pemilu 2024 ini mandiri sebagaimana disebutkan secara eksplisit dalam Pasal 22E Ayat 5 UUD 1945,” katanya.
Keterbatasan Timsel
Menanggapi hal tersebut, Timsel Calon Anggota KPU Kabupaten/Kota di Sumbar M Taufik menjelaskan bahwa dalam syarat pencalonan ada beberapa yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah lima tahun terakhir tidak terlibat parpol, dan dinyatakan di atas materai.
Meskipun begitu, dalam otoritas timsel hanya sekedar membaca kelengkapan administrasi tersebut. Timsel punya keterbatasan dalam melakukan verifikasi faktual. “Dalam seleksi administrasi ini, timsel melihat apakah ada surat tak terlobat parpol dan ditandatangani di atas materai,” kata M Taufik.
Timsel berpijak dari aturan verifikasi administrasi saja, timsel juga tidak mempunyai kewenangan seperti keaslian ijazah. “Begitu juga dengan surat menyatakan bahwa calon tersebut menyatakan tidak terlibat partai politik. Timsel tidak memiliki kewenangan untuk menanyakan ke KPU. Namun, jika ada indikasi seperti itu masuk dalam tahapan pengaduan masyarakat,” katanya tegas.
Taufik menyebutkan dalam tahapan pengaduan masyarakat ini dilakukan sebelum tahapan wawancara. Sehingga dengan adanya pengaduan masyarakat terkait partai politik jika mereka membuktikan dan sebagainya.
“Ini baru indikasi masuk parpol, kita tidak bisa membuktikan apa yang dimiliki calon, ini baru indikasi 5 tahun terakhir, artinya 2018 mengundurkan diri tentu faktanya berupa SK atau surat lainnya,” ujarnya.
Lebih jauh Taufik mengatakan, bahwa ini sebenarnya kelemahan mekanisme penyeleksian administrasi. Pihaknya tidak memfasilitasi faktual, tetapi ruang ketika ada penipuan atau kecurangan oleh peserta bisa disampaikan melalui pengaduan masyarakat.
Untuk itu, timsel mendorong keterlibatan masyarakat. Timsel jumlahnya terbatas dan informasi juga terbatas. “Peran masyarakat sangat dibutuhkan sekali dalam hal ini. Pengaduan masyarakat ini dilengkapi dengan ketentuan yang ada, seperti bukti dan lainnya. Jika tidak ada bukti maka timsel tidak bisa mengambil tindakan,” ucapnya. (eko)