Pecah Rekor Kematian akibat Covid di Sumbar, Begini Saran Epidemiolog

64
Defriman Djafri Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat , Universitas Andalas. (IST)

Belum genap 30 hari bulan Juli ini, angka kematian dilaporkan sudah mencapai 252 orang. Kalau ini tidak segera diantisipasi, belajar dari Agustus 2020 tahun lalu, laju kematian meningkat tajam sampai bulan Oktober 2020.

Epidemiolog dari Universitas Andalas Padang Defriman Djafri mengingatkan, jangan sampai tahun ini lebih dari itu. Apalagi peningkatan angka kematian ini sudah terlihat dari awal Maret 2021 dan terus meningkat sampai Juli 2021.

Untuk menekan angka kematian bagi orang yg sudah terinfeksi dan dirawat saat ini, kata Defriman, tentunya harapan itu adalah kesiapan rumah sakit (RS) baik infrastruktur, sarana, tenaga serta alat pendukung lainnya. Kapasitas respons rumah sakit yang sudah kewalahan dalam memberikan rawatan dan treatment pada pasien yang terinfeksi.

“Untuk lebih detail, saya juga menyarankan agar data medical record dianalisis dengan tajam untuk mengetahui risiko dan penyebab kematian secara komprehensif,” ujar Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unand ini di GWA Kawal Covid-19 Sumbar, Kamis (29/7/2021).

Di sini lain, Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia tersebut mendorong pemerintah terus berupaya tetap memperkuat di hulu, agar bisa mencegah lonjakan yang terjadi di hilir (RS).

Memberikan pemahaman ke masyarakat betapa pentingnya sekarang selalu disiplin terhadap protokol kesehatan (prokes) di dalam setiap aktivitas sosial, ekonomi dan keagamaan dilakukan.

Sebelumnya terkait melonjaknya kasus Covid-19 di Sumbar, Defriman juga menyampaikan dirinya tidak bisa berasumsi virus korona varian Delta sudah terdeteksi di Sumbar.

Pasalnya, belum ada bukti yang valid berdasarkan hasil pemeriksaan atau tes whole-genome sequencing (WGS) untuk mendeteksi mutasi virus korona.

Tes WGS ini dapat membantu melacak jika seseorang telah terinfeksi varian baru virus korona varian delta. “Karena belum ada bukti yang valid hasil WGS dilaporkan (varian Delta) sudah ada di Sumbar,” ungkap Defriman.

Terkait penularan yang terjadi, kata Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unand ini, berdasarkan beberapa kasus yang diinvestigasi timnya, ternyata penularan banyak terjadi di komunitas, dalam hal ini dalam keluarga.

“Dari awal saya sampaikan, kasus-kasus saat ini, masih terkait mobilitas penduduk dalam rangkaian mudik lebaran Idul Fitri kemarin yan diikuti libur sekolah, lalu lebaran Idul Adha,” jelasnya di GWA Kawal Covid-19 Sumbar, Minggu (25/7/2021).

Baca Juga:  Lancarkan Mudik 2023, Andre Rosiade: Jasa Marga Siapkan Berbagai Skenario

Menurutnya jangan kaget ketika seseorang tidak ke luar rumah, tapi terinfeksi juga oleh virus korona.

“Jadi, jangan kaget. (Lalu bertanya-tanya) Kok kita nggak ke luar rumah, nggak kontak dengan siapa-siapa, kok bisa positif ya?  Jawabannya, karena di antara anggota keluarga ada yang abai dalam menerapkan prokes di setiap aktivitas di luar rumah,” ungkapnya.

Menurutnya, sangat mudah sebenarnya mengidentifikasi, siapa di antara keluarga kita yang aktif beraktivitas dan kontak dengan orang luar. Maka, yang bersangkutan harus lebih ketat dan disiplin dalam menerapakan prokes.

“Jangan sampai membawa virus ke dalam rumah dan menjadi petaka bagi keluarga kita. Apalagi ada di antara keluarga atau orang tua kita yang komorbid yang lebih berisiko kematian ke depan,” jelasnya.

Saat ini, dirinya lagi merampungkan manajemen dan analisis data lengkap 46.000 lebih kasus konfirmasi Covid-19 dari awal pandemi sampai 7 Juni 2021.

Namun, tidak dipungkirinya manajemen data dan coding data tersebut agak berantakan selama ini dalam hal riwayat penyakit dan komorbid, riwayat perjalanan, kontak dan termasuk tanggal onset sampai pelaporan. “Saat ini data tersebut mulai dirapikan. Mudah-mudahan dapat segera dirampungkan,” katanya.

Defriman kembali berharap agar pemerintah menyiapkan masyarakat untuk cepat beradaptasi dengan cerdas.

“Ini yang seharusnya menjadi fokus pemerintah. Kalau kita melihat kondisi saat ini, ini sudah “panik pandemi”. Kita sama-sama tahu kalau alarm hilir sudah berbunyi, nakes dan RS kita tidak ada yang siap. Prinsipnya hanya satu “menyelamatkan orang yg bisa/mungkin diselamatkan”.  Dalam ilmu pencegahan, kita sudah “gagal”,” tegasnya.

Dia menilai, pembatasan yang dilakukan sejak mudik lebaran Idul Fitri, “tidak efektif” dilakukan. Dampak terhadap ekonomi juga luar biasa pada pembatasan ini.

Masyarakat dan petugas di lapangan, menurutnya, juga tidak paham apa sebenarnya tujuan dan apa yang akan diawasi atau ditegakkan ketika pembatasan itu diterapkan. Kondisi ini juga diikuti dengan orang-orang mencari akal untuk menembus atau melanggar aturan tersebut.

“Kalau kita sadari, muaranya cuma satu “masyarakat kita tidak paham”, dan ini yang harus diintervensi. Kalau tidak, yakinlah yang kita kerjakan saat ini, ini lagi yang akan kita lakukan tahun depan. Waallahuallam,” ingatnya.(idr)