Sempat Ditangkap Warga, Tikus Bulan Diserahkan ke BKSDA

Ilustrasi penangkapan satwa langka tikus bulan.(NET)

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resor Agam menerima seekor satwa langka jenis tikus bulan hasil tangkapan warga di daerah itu, Selasa (2/11).

Satwa bernama latin Echinosorex gymnura itu sebelumnya ditemukan berkeliaran di permukiman warga beberapa hari lalu sehingga ditangkap.

Satwa langka itu diserahkan Rozi Rahmat, 35, warga Simpangampek Tapi, Nagari Lubukbasung. Berdasarkan pengakuannya, satwa yang dinilainya aneh itu didapati bermain dan mencari makan di halaman depan warung miliknya pada Jumat (29/10) lalu.

“Saya tangkap menggunakan perangkap ikan jenis tanggok mengingat satwa mempunyai taring. Diselamatkan dan dimasukan ke dalam kandang,” ujarnya, kemarin.

Keberadaan satwa itu akunya lagi, sempat menarik perhatian warga di nagarinya. Sebab satwa memiliki bentuk yang aneh, sekilas menyerupai babi dan bulu pada badan bagian atas seperti landak.

“Satwa ini termasuk unik atau langka karena dicari tahu melalui Google tidak ditemukan. Atas dasar itu, saya berinisiatif menyerahkan ke BKSDA untuk dilepasliarkan kembali,” katanya.

Kepala BKSDA Resor Agam, Ade Putra mengatakan, satwa itu merupakan sejenis tikus bulan. Hasil identifikasi pihaknya, tikus berkelamin jantan, berukuran besar dengan panjang tubuh hingga kepala mencapai 32-40 sentimeter, panjang ekor 20-30 sentimeter dan berat sekitar dua kilogram.

“Bulu tubuhnya didominasi bulu berwarna putih atau abu-abu keputihan dengan beberapa bulu berwarna hitam yang tumbuh menyebar. Terkadang juga memiliki bulu hitam yang lebih banyak atau rapat di bagian tubuhnya,” kata dia.

Ia menjelaskan, tikus bulan merupakan hewan nokturnal yang hidup secara soliter dan biasa menandai wilayahnya dengan sekresi berbau menusuk dan tajam seperti bau amonia. Tinggal dan bersarang dalam liang, akar dan kayu.

Baca Juga:  Bupati Agam Serahkan 15 Unit Motor Untuk Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan

Tikus bulan memakan invertebrata seperti cacing tanah, serangga, lipan, kalajengking, kaki seribu, kepiting, dan moluska. Juga memakan katak dan ikan kecil serta buah.

“Satwa ini berkembang biak sepanjang tahun dengan masa kehamilan antara 30-40 hari,” terangnya.

Ditambahkan, tikus bulan atau landak berbulu merupakan hewan asli Indonesia. Daerah sebarannya meliputi Semenanjung Malaya (Malaysia, Thailand, dan Myanmar), Sumatera, dan Kalimantan (Indonesia, Malaysia Timur dan Brunei Darussalam).

Habitatnya adalah hutan primer dan sekunder pada dataran rendah, hutan bakau, hingga perkebunan, terutama di daerah yang agak basah.

“Tikus bulan bisa hidup di hutan hujan, dataran rendah, rawa mangrove, hingga perkebunan. Namun, mereka suka dengan tempat yang lembap. Karena itu, di manapun mereka tinggal, mereka akan membuat rumah di dekat sungai atau rawa,” papar Ade.

Selain ukuran tubuhnya yang meraksasa dan warna bulunya, ciri khas lainnya dari tikus bulan adalah bau tubuhnya yang tajam dan khas. Baunya seperti bau kandungan amonia yang tinggi.

Moncongnya panjang dan kerap mengeluarkan air liur. Dari ciri terakhir ini sering kali tikus bulan dianggap sebagai “selenodon” tikus primitif yang hidup di Eropa dan Kuba.

“Bau itu digunakan untuk memperingati tikus bulan lain dan menjauhkan mereka dari predator. Termasuk juga digunakan untuk menandai wilayah kekuasaan mereka. BKSDA memberikan apresiasi dan mengucapkan terima kasih kepada warga khususnya Rozi Rahmat, yang telah ikut berupaya dalam penyelematan satwa dilindungi ini,” katanya.

Jumlah populasi secara global tidak diketahui secara pasti. Namun diperkirakan masih cukup umum. Oleh IUCN Red List dikategorikan dalam status konservasi Least Concern. (ptr)