Dua Ekor Trenggiling Dilepasliarkan Di Margasatwa Malampah Alahan Panjang

Satwa langka dan dilindungi jenis trenggiling.(NET)

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resor Agam melepasliarkan dua ekor satwa langka dan dilindungi jenis trenggiling hasil serahan warga di kabupaten itu.

Satwa bernama latin manis javanica itu dilepaskan di kawasan hutan konservasi Suaka Margasatwa Malampah Alahan Panjang, Kabupaten Pasaman, Sabtu (6/11).

Kepala BKSDA Resor Agam, Ade Putra menyebut, dua ekor trenggiling itu dikembalikan ke habitat alaminya setelah dinyatakan sehat dan masih memiliki sifat liar.

“Hasil observasi kami menyimpulkan dua satwa itu sehat, tidak terdapat luka, cacat dan masih memiliki sifat liar. Sehingga memenuhi syarat untuk dilepaskan kembali ke alam,” ucap Ade, Minggu (7/11).

Ia menjelaskan, mamalia pemakan semut tersebut diselamatkan warga Lubukpanjang, Jorong II Garagahan, Nagari Garagahan, Kecamatan Lubukbasung, sehari sebelumya.

Satwa itu ditemukan oleh Ronaldy dan Soni Eka Putra tengah melintas di jalan raya. “Satwa langka ini mereka selamatkan karena khawatir akan terlindas kendaraan. Setelah itu dilaporkan ke Anggota Satreskrim Polres Agam hingga sampailah dua ekor trenggiling itu ke kami,” sebut Ade.

Semula imbuhnya lagi, BKSDA memilih lokasi pelepasan di kawasan hutan cagar alam Maninjau, Kecamatan Tanjungraya. Namun, mengingat keseimbangan sebaran populasi, maka satwa akhirnya dilepaskan di kawasan hutan Suaka Margasatwa Malampah Alahan Panjang.

Baca Juga:  Pemkab Agam Serahkan SK Kenaikan Pangkat PNS

Trenggiling sendiri merupakan satwa bersisik satu-satunya dari famili Pholidota. Sisik yang sejatinya digunakan untuk melindungi diri dari manga satwa lain itu justru membuatnya menjadi incaran perburuan liar oleh orang-orang tamak tak bertanggung jawab.

Satwa ini marak dijual ilegal hingga menempatkannya ke status Kritis (Critically Endangered/CR) berdasarkan daftar merah lembaga konservasi dunia, IUCN.

Status konservasi dalam CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) adalah Appendix 1 yang artinya tidak boleh diperjualbelikan.

Pihaknya imbuh Ade, mengapresiasi kepedulian warga yang semakin meningkat untuk konservasi satwa liar, terutama jenis satwa dilindungi.

BKSDA katanya, juga mengimbau kepada masyarakat untuk menjaga lingkungan, terutama kawasan konservasi seperti hutan-hutan suaka alam berikut tumbuhan dan satwa-satwa yang hidup didalamnya.

Berdasarkan pasal 21 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya tegas Ade, setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, memiliki, menyimpan, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa dilindungi.

“Baik satwa itu dalam keadaan hidup, mati ataupun bagian-bagian tubuhnya serta hasil olahannya. Sanksinya adalah pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta bagi yang melanggar,” tutupnya. (ptr)