Tiga Bulan Terjadi Enam Kali Konflik Antar Manusia dengan Satwa Liar

BKSDA Agam memasang perangkap untuk beruang di kawasan Kelok 44 untuk menekan konflik antara manusia dengan satwa liar. (IST)

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resor Agam telah mencatat enam kali kejadian konflik manusia dengan satwa liar selama triwulan pertama 2021. Enam konflik itu memakan korban, satu orang meninggal dunia dan sejumlah hewan ternak warga mati dimangsa satwa.

Kepala BKSDA Resor Agam, Ade Putra mengatakan, enam konflik itu terjadi melibatkan manusia dengan tiga jenis satwa liar. Empat kasus dengan buaya muara dan masing-masing satu kasus dengan harimau sumatera dan beruang madu.

”Dampak paling fatal dari enam konflik itu yakni adanya satu korban warga yang meninggal diserang satwa buaya muara. Kemudian, ada juga beberapa hewan ternak warga yang mati dan terluka akibat serangan buaya dan harimau,” kata Ade, Selasa (16/3).

Dijelaskannya, konflik manusia dan satwa liar tidak hanya tentang pergulatan manusia dengan satwa secara langsung. Apabila satwa sudah keluar dari habitat aslinya, hal itu sudah tergolong konflik.

Ia merangkum, konflik pertama tahun ini terjadi pada pertengahan Januari 2021 dengan kasus buaya bertelur di kebun sawit warga di wilayah Jorong Ujung Labuang Timur, Nagari Tiku V Jorong. Konflik kedua buaya muara menyerang seorang warga bernama Nasril saat mencari pakan ternak di tepian sungai Batangmasang pada 12 Februari, hingga menyebabkannya meninggal dunia.

Beberapa hari setelahnya giliran ternak sapi warga yang mati dimangsa satwa bernama latin Crocodylus porosus itu di kawasan sungai Batang Antokan, Nagari Manggopoh. Awal Maret 2021, seekor buaya muncul dan meresahkan warga di sepanjang Pantai Tiku.

Terbaru katanya, konflik manusia dengan satwa harimau sumatera di Jorong Cubadak Lilin, Nagari Tigobalai, Kecamatan Matur. Tiga ekor kerbau milik warga setempat dilaporkan jadi sasaran mangsa satwa dilindungi bernama latin Panthera tigris sumatrae itu pekan lalu.

Baca Juga:  Si Jago Merah Bakar 1.5 Hektare Lahan Gaharu Milik Warga Padang Tarok

Untuk konflik satwa beruang madu terjadi di kawasan kelok 44. Berdasarkan hasil identifikasi lapangan dan laporan warga, satwa tersebut sudah muncul beberapa kali dan memakan hasil perkebunan milik warga. ”Kemunculan beruang madu ini terhitung sudah yang ke-7 kalinya di kawasan tersebut. Merupakan individu beruang yang sama,” jelasnya.

Dalam catatannya, jumlah konflik yang terjadi rentang waktu hampir tiga bulan ini sudah lebih dari separuh kasus setahun lalu. Sepanjang 2020, pihaknya mencatat 10 kejadian konflik manusia dengan satwa liar di Agam. “Sekarang belum cukup tiga bulan sudah enam konflik yang terjadi,” paparnya.

Meminimalisir konflik, pihaknya meminta warga tidak mengganggu habitat satwa, terutama buaya muara. Mengingat habitat buaya yang semakin sempit, ia mengajak warga tidak mengusik dan mau berbagi ruang tempat hidup dengan satwa dilindungi tersebut.

Ditekankannya, buaya muara sedang berada pada musim kawin dan bertelur saat ini. Kondisi demikian diprediksi akan berlangsung hingga Juli mendatang. Di fase ini biasanya buaya akan lebih agresif.

Kemudian, bagi warga yang memiliki ternak juga diimbau agar dapat mengandangkan dan tidak menggembalakan ternaknya di pinggir hutan yang rawan konflik. ”Hal ini dilakukan agar hewan ternak tidak diserang dan dimangsa oleh satwa liar,” tutupnya. (p)