Sudah berapa lama jeritan warga Nagari Galugua, Kecamatan Kapur IX tak kunjung terjawab. Itu terlihat dengan belum terakomodirnya harapan masyarakat untuk dapat menikmati jalan yang mulus. Kondisi ini sudah terjadi sejak puluhan tahun sejak Indonesia Merdeka.
Warga tak punya pilihan selain tetap melintasi jalan tersebut. Meski jalan itu membuat mobil miring hampir tumbang ke kiri dan ke kanan. Bahkan, jurang dengan ke dalaman ratusan meter di sisi jalan jadi ancaman setiap saat.
Apalagi pada musim hujan sekarang. Ini membuat jalan tanah yang belum pernah disentuh aspal sejak nagari itu ada, menghadirkan lumpur hingga sepinggang orang dewasa, licin dan tak bisa lagi dilewati.
“Tanah basah seperti lem, menempel di roda kendaraan. Bahkan disandal dan sepatu pengguna jalan, lumpur menebal membuat sangat susah saat dilewati. Begitulah kondisinya sepanjang puluhan kilometer,” sebut Shusan Delviany salah seorang warga Nagari Galugua, Kecamatan Kapur IX, kepada Padang Ekspres, Rabu (17/3) siang.
Mungkin sudah sering rasanya masyarakat sekitar untuk mengusulkan jalan tersebut agar di aspal. Namun sayang tak didengarkan pemerintah. Pemerintah Kabupaten Limapuluh Kota selalu beralasan anggaran terbatas.
Ironisnya, menurut warga, jangankan berniat untuk mengasapal jalan tersebut, pemerintah justru lebih memprioritaskan pembangunan jalan tol dengan anggaran triliunan rupiah. Sementara jalan ini jelas sangat vital bagi masyarakat untuk pulang dan pergi mengais rejeki terutama bagi warga di nagari penghasil komoditi karet dan gambir Limapuluh Kota itu.
Secara geografis nagari tersebut berjarak sekitar 124 kilometer di sebelah Timur Limapuluh Kota itu, berbatasan langsung dengan Rokan Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, yang terdiri dari Jorong Mongan, Tanjuangjajaran, Galugua dan Kototongah. Dan dihuni sekitar 2. 343 jiwa berdasarkan data tahun 2018.
Selain SD dan SMP, warga di Nagari Galugua harus mencari tempat sekolah untuk tingkatan yang lebih tinggi di luar nagarinya. Artinya sangat butuh akses transportasi representatif agar bisa menjamin kelancaran pendidikan di nagari terpencil di kawasan perbatasan provinsi tersebut.
“Setidaknya ada sekitar 24 kilometer jalan yang butuh aspal atau beton, agar kendaraan pengangkut kebutuhan pokok, transportasi bagi anak-anak sekolah dan pekerja bagi warga Galugua. Coba lihat foto yang kami kirimkan, lumpur mencapai ketinggian batas pintu mobil L 300,” tambah, Shusan.
Memiliki mata pencaharian yang mayoritas sebagai petani dan pekebun, warga Galugua biasanya keluar dari Galugua menuju Ibu Kota Kecamatan Kapur IX yang berada di Nagari Muaro Paiti, setiap satu pekan sekali. Karena berjarak cukup jauh, sekitar 30 hingga 40 kilometer dari Galugua.
“Harapan kami semoga Bupati dan Wabup bisa memperhatikan akses jalan kami. Bukankah kami berhak mendapatkan akses jalan yang layak. Karena kami juga masih masyarakat Limapuluh Kota. Dengan kerendahan hati kami mohon perhatikanlah keadaan kami. Kami sadar, bukannya kali pertama menyampaikan aspirasi, bahkan sudah ribuan kali, tapi Alhamdlillah sampai hari ini kami masih terbelakang,” ucap warga.
Kebutuhan pokok seperti, beras, minyak goreng dan kelapa biasanya dipasok warga dari Kota Payakumbuh atau Kabupaten Limapuluh Kota, kemudian di jual di sejumlah pasar nagari yang ada di pusat Kecamatan atau pasar nagari yang ada di Galugua.
Hanya saja dengan akses jalan yang sulit di saat musim hujan, karena jalanan licin dan berlumpur, ekonomi masyarakat di Galugua sangat terganggu. Jika dalam beberapa hari hujan tak reda, jalan tak bisa dilewati kendaraan apapun, termasuk yang memiliki penggerak 4 roda sekalipun. “Begitulah gambaran sulitnya akses ke Galugua,” ucap Patria, salah seorang warga lainnya.
Hal yang sama juga diungkapkan salah seorang mahasiswa Galugua yang tengah menjalani pendidikan di UIN Suska, Riau, Viki yang berharap agar pemerintah mendengar keluhan dan aspirasi masyarakat Galgua. “Jangan hanya janji dan kata-kata manis saja, masyarakat sudah bosan mendengarnya. Sementara jalan tak kunjung dibangun menjadi lebih baik,” ucap Viki.
Menanggapi keluhan yang disampaikan masyarakat, seharusnya penerintah pusat, khususnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), harus melek dan mendengar jeritan masyarakat Galugua. Sudah berapa banyak kepemimpinan daerah berganti, belum satupun yang mampu membawa perubahan signifikan untuk pembangunan jalan Galugua.
Alasan keterbatasan anggaran, menjadi hal yang kerap didengar masyarakat. Seakan-akan suara dari sudut nagari ini, tak sanggup meyakinkan pemerintah pusat akan kebutuhan infrastruktur jalan. Tentunya hal ini menjadi tantangan berat bagi Bupati dan Wakil Bupati Limapuluh Kota terpilih ke depan.
Bupati Limapuluh Kota, Safaruddin Datuak Bandaro Rajo yang dihubungi Padang Ekspres via telepon genggamnya, membenarkan kondisi yang mendera warga di sudut Limapuluh Kota itu. Menurutnya, dalam visi-misinya, Galugua menjadi salah satu prioritas untuk pembangunan infrastruktur jalan.
“Pembangunan daerah tentunya harus sesuai dengan visi misi kepala daerahnya. Saya akan segera ajukan ke Kementerian PUPR anggaran untuk tahun 2022 untuk infrastruktur jalan minimal Rp 200 miliar, jika bisa tentu lebih dari ini agar pembangunan bisa berjalan lebih cepat,” ucap Safaruddin Datuak Bandaro Rajo via telepon genggamnya, Rabu (17/3) siang.
Tahun 2021, menurut Bupati anggaran yang tersedia untuk pembangunan infrastruktur termasuk untuk jalan, sangat terbatas. Hanya sebesar Rp 100 miliar saja. Sementara luas wilayah dan banyaknya nagari serta jalan yang dibutuhkan cukup panjang sebagai akses penghubung satu nagari dengan nagari lainnya.
“Anggaran untuk infrastruktur jalan saat ini, hanya Rp 100 miliar, mana cukup untuk Limapuluh Kota anggaran sebanyak itu, minimal untuk infrstruktur jalan Limapuluh Kota, Rp 200 miliar,” tegas Bupati. (fdl)