
Tanggung jawab perlindungan anak dan tantangan orang tua di era digital menjadi lebih berat. Kemudahan akses internet memberi kebebasan anak dalam menjelajahi dunia digital, sehingga seringkali hal ini berisiko dan memberi dampak buruk.
Oleh karena itu, masyarakat terutama orangtua perlu memahami literasi digital untuk perlindungan anak. Hal itu disampaikan oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Sumatera Barat (Sumbar), Gemala Ranti.
Kepala DP3AP2KB Gelama Ranti menyampaikan hal itu saat memberi sambutan pada acara Bimbingan Teknis (Bimtek) INTERNET CERIA di Rocky Hotel pada hari Selasa (8/3).
Gemala Ranti mengatakan penetrasi Internet Indonesia terus mengalami pertumbuhan setiap tahunnya. Pada 2022, pengguna internet dalam negeri pun meningkat seiring perubahan kebiasaan masyarakat dalam beraktivitas.
Dalam laporan bertajuk Profil Internet Indonesia 2022, Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII), menyatakan jumlah penduduk Indonesia yang telah terkoneksi dengan internet pada kurun 2021-2022 mencapai 210 juta orang.
“Sebelum pandemi, jumlah pengguna internet di Indonesia hanya mencapai 175 juta orang. Dengan kata lain, selama wabah merebak jumlah masyarakat yang mengakses internet diperkirakan bertambah 35 juta orang,” katanya.
Dia mengatakan, laporan APJII menunjukkan tingkat penetrasi internet pada periode sama mencapai 77,02 persen. Sebagai perbandingan, pada 2018 tingkat penetrasi internet masih 64,80 persen, dan pada 2019-2020 sekitar 73,70 persen.
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) anak yang jadi korban kekerasan seksual Provinsi Sumbar tahun 2022 adalah 344 anak (Kekerasan Seksual kasus Paling Banyak) diikuti Kekerasan fisik (125 korban), Kekerasan psikis (103 korban ) Eksploitasi (4 korban), Trafficking ( 2 korban) , Penelantaran (31 korban) Lainnya sebanyak (53 korban).
“Untuk menghadapi kenyataan tersebut, Dinas P3AP2KB Provinsi Sumbar menilai pentingnya menyuarakan literasi digital kepada masyarakat, khususnya orang tua dan guru dalam rangka melindungi keselamatan anak di ranah daring,” ujarnya.
Hal ini menurut Gemala penting dilakukan mengingat ada banyak anak yang telah memanfaatkan teknologi pada aktivitas sehari-hari mereka. Tanggung jawab perlindungan anak dan tantangan orang tua di era digital dinilai sangat berat.
Hal itu karena dengan kemudahan akses internet pada anak, bebas terkoneksi tanpa sekat batas dan aturan, anak lebih pintar dari orang tuanya, user-generated content, informasi di internet bisa datang dari mana saja dan dari siapa saja, dan anak ingin merasakan kebebasan yang lebih besar namun anak belum memahami risiko saat menjelajahi dunia digital. (cr4)