
Merasa tidak puas dengan kepemimpinan Direktur RSUD Pariaman, dokter dan tenaga medis serta karyawan di RSUD setempat meminta direktur mundur dari jabatannya.
Hal itu langsung mereka sampaikan saat melakukan aksi damai di parkiran RSUD Pariaman, Senin (1/3).
Sementara itu, tenaga medis dan karyawan lain tetap memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien yang berkunjung ke RSUD Pariaman. Sehingga pelayanan di RSUD Pariaman tetap berlangsung seperti biasanya.
dr Herlina Nasution yang merupakan Kabid Layanan Medis RSUD Pariaman saat orasi menjelaskan, direktur tidak hanya melalaikan kewajibannya memenuhi hak dokter, tenaga medis dan karyawan namun juga telah menciptakan suasana yang tidak kondusif di lingkungan RSUD Pariaman.
“Direktur mengkotak-kotakan dokter, tenaga medis dan karyawan di lingkungan RSUD Pariaman. Jadi ada istilahnya ini orang direktur, ini bukan orang direktur. Padahal selama ini suasana kekerabatan sangat erat di lngkungan kerja RSUD Pariaman, saat ini semuanya berubah,” ujarnya.
Menurutnya tindakan direktur tersebut memecah keakraban diantara dokter, tenaga medis dan karyawan di RSUD Pariaman. Jika ini dibiarkan berlama-lama maka dikhawatirkan akan berdampak terhadap pelayanan terhadap pasien di RSUD Pariaman.
Kondisi itu sebut Herlina Nasution berawal saat Direktur bersikukuh menutup layanan untuk pasien umum saat RSUD Pariaman dijadikan RS rujukan covid, Mai 2020 lalu.
“Saat itu setahun yang lalu, kami berharap agar layanan umum tetap berjalan seperti biasa, layanan Covid-19 juga berjalan sebagaimana mestinya. Karena belum ada rumah sakit di Pariaman ini yang memiliki kelengkapan dan tenaga medis selengkap RSUD Pariaman. Kasihan warga Pariaman yang harus berobat jauh ke Padang padahal kondisi saat ini pandemi,” tuturnya.
Nah, ternyata saran tersebut menurut Herlina dianggap direktur sebagai tidak pro kepadanya. Efeknya mereka yang mendukung layanan umum tetap dibuka pada saat RSUD Pariaman jadi RS rujukan Covid-19 dianggap tidak pro direktur.
Efeknya mereka itu baik dokter spesialis, tenaga medis dan manajemen lainnya diabaikan kehadirannya di RSUD Pariaman. Mulai timbul suasana tidak sehat dalam lingkungan kerja. “Bahkan tunjangan kami dipotong oleh direktur. Sementara bagi yang dianggap pro direktur tunjangannya tidak dipotong,”sebutnya.
Tidak hanya itu direktur juga mengabaikan hak pasien di RSUD Pariaman.
Herlina banyak menyebut ia sering mendapat keluhan dari pasien yang membuat mereka harus membeli obat di luar karna obat yang biasa mereka gunakan stoknya habis dirumah sakit.
“Hal ini yang mengiris hati saya. Mereka yang berobat ke RSUD Pariaman adalah warga Pariaman, Padangpariaman yang mengandalkan BPJS. Tentu mereka sangat kesulitan ketika harus membeli obat lagi di luar,” ujarnya.
Direktur juga menutup komunikasi dengan dokter spesialis dan tenaga medis yang dianggap tidak pro. Bahkan membuat grup WA baru hanya untuk orang-orangnya saja.
Sehingga tidak ada pilihan selain melakukan aksi damai agar kondisi ini mendapat perhatian dari pengambil kebijakan di Pemprov Sumbar. “Jadi kami tuntut direktur mundur saja. Karna memang terlalu banyak permasalahan yang tidak diselesaikan direktur di RSUD Pariaman,” ujarnya.
Sementara itu salah seorang dokter spesialis dr Pasca Alfajra, SpOG menjelaskan tak hanya merusak suasana kerja, direktur RSUD Pariaman juga tak membayarkan kewajibannya terhadap tenaga medis, dokter spesialis, dokter dan karyawan di RSUD Pariaman.
Hingga saat ini pembayaran jasa pelayanan bagi tenaga medis, dokter dan karyawan baru dibayarkan sampai Maret 2020, itupun hanya 50 persen. Sedangkan BPJS sudah membayar hingga November 2020.
Begitu juga dengan insentif Covid-19 yang dijanjikan direktur akan dibayar tiap bulan. Sampai saat ini baru dibayarkan sampai Juni 2020. “Kasihan kita tenaga medis, perawat yang langsung memberikan pelayanan terhadap pasien covid. Mereka garda terdepan, bahkan ada yang positif sampai dirawat di ICU RSUP M.Djamil Padang karna kondisi kritis terkena Covid-19. Namun ternyata insentif mereka tidak dibayarkan sampai saat ini,” ujarnya.
Begitu juga dengan tindak jasa medis dokter spesialis yang juga dbaru dibayarkan Maret 2020. Berarti sudah satu tahun insentif tindak jasa medis di RSUD Pariaman tidak dibayarkan.
Direktur sebut dokter Alfa begitu ia akrab disapa tak hanya mengabaikan hak dokter namun juga mengabaikan hak pasien. Hal ini karna ketersediaan obat di RSUD Pariaman yang tidak cukup membuat pasien harus membeli lagi obat di luar rumah sakit.
Saat orasi berlangsung beberapa kali terdengar teriakan direktur harus mundur dari peserta aksi damai tersebut. Aksi tersebut kemudian dilanjutkan dengan pertemuan peserta aksi dengan Direktur RSUD Pariaman dan Kepala Dinas Kesehatan Pemprov Sumbar Arry Yuswandi di ruang pertemuan lantai 3 RSUD Pariaman.
Kepada wartawan Arry Yuswandi menjelaskan pihaknya berupaya menjembatani untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Ia tak menampik memang terjadi suasana kerja yang tidak kondusif namun hal tersebut akan segera diselesaikan. “Tadi kami sudah kami bicarakan dengan direktur dan para dokter, intinya kita bersama sedang mencarikan solusi dari permasalahan ini,” ujarnya.
Ketika ditanya bagaimana dengan tuntutan mundur kepada Direktur RSUD Pariaman, ia menyebut hal tersebut bukanlah kewenangannya. Masih ada pimpinan tertinggi yang menentukan jabatan seseorang.
Sementara itu Direktur RSUD Pariaman Indria Velutina menghindar ketika wartawan berusaha meminta konfirmasi tentang aksi damai tersebut. Bahkan ketika pers mencoba konfirmasi ke ruangannya, ia menolak dengan alasan ada rapat dan langsung menaiki kendaraan dinasnya meninggalkan RSUD Pariaman. (nia)