Persoalan sengketa lahan antara masyarakat Jawa Trans Repatrian (pengungsi) Suriname di Jorong Tongar Nagari Aia Gadang, Pasbar, dengan PT Tunas Rimba Raya (TRR), belum kunjung selesai. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI melalui Badan Akuntabilitas Publik (BAP) pun kewalahan. Terhitung sudah 9 tahun ditangani DPD RI, masalah ini tidak tuntas-tuntas.
Belasan Anggota BAP DPD RI yang menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait sengketa tanah tanah itu pada Kamis (23/6/2022), mengalami jalan buntu. Sebab, pihak berkompeten dari PT TRR tidak hadir, dan pihak BPN Pasbar pun hanya mengutus perwakilannya saja.
RDP BAP DPD RI dengan pentahelix di Auditorium Kantor Gubernur Sumbar itu dihadiri oleh Bupati Pasbar Hamsuardi Hasibuan, Kapolres Pasbar AKBP M Aries Purwanto, Dirreskrimum Polda Sumbar Kombes Sugeng Hariyadi. Kemudian, masyarakat repatrian Suriname yang tergabung dalam Keltan Batang Linkin, Keltan Famili Saiyo, dan Keltan Ladang II Juranggo.
Bermula Februari 1954, Pemkab Pasaman menerima 300 KK transmigrasi Jawa-Suriname di Tongar. Sebelumnya masyarakat menyerahkan lahan 2.500 Ha ke Pemerintah untuk diserahkan ke warga transmigran dengan SK Bupati Pasaman tahun 1953.
Lalu PRRI meletus 1957-1959, para transmigran tetap bertahan di tempat. Tahun 1968 ada penambahan transmigran dari Jawa sebanyak 101 KK. Tahun 1986-1987 masuk CV Tunas Rimba Raya (TRR) dipimpin Edi Hartono untuk menyewa lahan guna digarap tanaman ubi dengan sewa tanah Rp15 ribu per hektare yang dibayar setelah panen.
Di tengah jalan terjadi silang pendapat antara masyarakat dengan Tunas Rimba Raya. Kemudian, sekarang masyarakat menuntut bahwa tanah itu masuk ulayat Nagari Aia Gadang.
Tanah tersebut sekarang ini ada yang dipegang oleh kelompok tani dan sebagian ada yang dikuasai masyarakat.
Dirreskrimum Polda Sumbar Kombes Sugeng Hariyadi mengatakan sekarang ini yang harus dilakukan memang mencari semua surat-surat tentang tanah tersebut, jika ada. Sebab, diakuinya soal surat dan dokumen lama, memang sulit ditelusuri.
Mendata bagaimana tanah yang sudah diserahkan ke Pemerintah sebagai transmigrasi menjadi perusahaan (CV), kemudian dikelabui dengan penjual yang dilakukan oleh pihak yang sampai saat ini tidak ditemukan.
Kapolres Pasbar AKBP M Aries Purwanto menyatakan belum pernah masuk laporan tentang konflik lahan tersebut. Cuma, katanya, di lapangan yakni di Linkin memang ada sengketa soal lahan. Situasinya rumit karena ada dualisme ninik-mamak, sehingga masalah tak kunjung selesai.
RDP dipimpin Wakil Ketua BAP DPD RI Asyera Respati A Wundalero, bersama Alirman Sori, dan Edwin Pratama.
Saat RDP berlangsung, beberapa Anggota BAP DPD menyayangkan tidak hadirnya pihak perusahaan PT TRR, dan Kepala BPN Pasbar. “Pertemuan kita hari ini sama saja dengan mubazir,” ujar Yance senator asal Papua.
Usai azan Zuhur, RDP ditutup dengan membacakan enam kesimpulan di antaranya; Bupati Pasbar diminta untuk meminta pada ahli waris yang mengadu soal lahannya untuk melengkapi dokumen atau sertifikat.
BAP DPD memberi surat teguran kepada pihak PT TRR dengan tembusan kepada Gubernur Sumbar dan Kapolda Sumbar.
Kepada Bupati, Kapolres dan Kantor Pertanahan untuk membantu penyelesaian permasalahan Masyarakat Repatrian dari Suriname tersebut.
BAP DPD RI mendorong Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat bersama dengan instansi terkait untuk benar-benar memperhatikan kepentingan masyarakat Repatrian dari Suriname.
Sebelumnya, Gubernur Sumbar Mahyeldi dalam sambutannya menyampaikan, permasalahan hak tanah selalu menjadi isu strategis dalam penyelenggaraan pembangunan di daerahnya, dan menjadi tantangan dalam penyelesaiannya.
“Kepemilikan tanah atau hak tanah di Sumbar yang memiliki tidak hanya secara individual tapi juga secara komunal,” terang gubernur.
Gubernur berharap dalam pertemuan RDP BAP DPD RI ini bisa menemukan solusi dan keputusan penyelesaian, namun jika tidak, dianjurkan untuk dilanjutkan ke pihak penegak hukum. (hsn)