
Keberlangsungan usaha masyarakat petani di Kampung Bukikkaciak, Nagari Ampingparak, Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) sejak tiga tahun terakhir terganggu.
Hal itu dampak dari tidak lagi berfungsinya saluran irigasi di aliran Sungai Gunungtalau, yang selama ini menjadi sumber pengairan ratusan hektare lahan pertanian milik warga di kampung itu.
Darwin 56, petani Kampung Bukikkaciak mengatakan kepada Padang Ekspres kemarin (13/9), dia bersama petani lainnya di kampung itu sudah tiga tahun tidak lagi bisa turun ke sawah secara teratur sebagaimana sebelumnya.
“Hal ini akibat dari tidak lagi berfungsinya bendungan pembagi air pada saluran irigasi yang terdapat di aliran sungai Gunungtalau sejak tiga tahun terakhir. Sebab aliran air dari sungai ke bendungan pembagi itu tidak sampai. Itu terjadi akibat jaringannya terban dan juga tertimbun. Sehingga posisi bendungan pembagi lebih tinggi dari saluran penghubung, yang pada akhirnya air tidak bisa sampai karena mendaki,” katanya.
Disampaikannya, dia bersama petani lainnya di nagari itu berharap agar bendungan irigasi pembagi aliran air itu bisa kembali difungsikan sebagaimana sebelumnya. Sebab kondisi itu membuat lahan pertanian di kampung itu menjadi tadah hujan.
“Selama tiga tahun ini lahan pertanian kami di sini bukan lagi lahan produktif, tapi sudah menjadi lahan tadah hujan. Kalau biasanya kami turun ke sawah bisa maksimal hingga tiga kali se tahun. Sekarang cuma satu kali setahun. Itu pun tidak pasti karena kondisi cuaca yang tidak menentu,” keluhnya.
Keluhan yang sama juga dikatakan Kasmadi, 53, petani lainnya. Ia mengakui akibat tidak lagi produktifnya lahan, membuat sebagian besar lahan tidak lagi diolah oleh petani.
“Sekarang sebagian besar lahan pertanian di kampung ini sudah ditumbuhi oleh tanaman liar akibat sudah lama tidak diolah. Kalaupun ada yang ditanami padi jumlahnya tidaklah seberapa. Kondisi ini membuat ekonomi kami sebagai petani menjadi susah,” keluhnya.
Ditambahkan, lahan sawah yang dia miliki seluas 1/2 hektare di kampung itu sekarang juga sudah ditumbuhi pohon jongkok dan berbagai jenis duri dan batang keduduk.
“Dari itu kami berharap kepada pemerintah melalui instansi terkait agar bisa segera melakukan perbaikan, agar lahan pertanian yang menjadi andalan ekonomi bagi sebagian besar warga di kampung ini bisa kembali produktif,” harapnya.
Wali Nagari Ampingparak, Mulyadi, ketika dihubungi kemarin (13/9) menjelaskan total luas lahan yang menjadi tadah hujan akibat tidak berfungsinya bendung irigasi itu mencapai 700 hektare di nagarinya.
“Kondisi ini dirasakan petani sudah hampir tiga tahun. Sebab kerusakan jaringan irigasi penghubung dari sungai ke bendung pembagi air itu sudah terjadi sejak bulan Januari tahun 2019 lalu. Akibatnya seluas 700 hektare lahan di nagari ini menjadi tadah hujan. Sebab saluran irigasi tidak lagi dilewati air,” ungkapnya.
Ditambahkannya, kondisi itu sudah dilaporkan ke Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Pessel, dan berjanji akan segera melakukan perbaikan. “Namun hingga saat ini apa yang diharapkan petani belum juga terkabul. Sekarang petani tidak lagi bisa berbuat apa-apa kecuali hanya menunggu hujan dari langit,” katanya.
Kepala Dinas PSDA Pessel, Doni Gusrizal, ketika dihubungi menjelaskan, bendungan irigasi yang rusak itu direncanakan tahun 2021 ini dilakukan pengerjaan.
“Bendung saluran irigasi aliran Sungai Gunungtalau, Kampung Bukitkaciak yang rusak itu direncanakan dikerjakan tahun 2021 ini. Karena areal yang diairinya mencapai 700 hektare, sehingga kewenangan pengerjaanya berada pada Dinas PSDA provinsi. Besar anggaran untuk perbaikan bendung irigasi itu mencapai Rp 2 milar,” katanya.
Dia berharap apa yang dikeluhkan oleh petani di Kampung Bukik Kaciak itu bisa terjawab segera. “Sebab bertani sebagai penggarap lahan sawah untuk bertanam padi merupakan ekonomi utama warga di kampung itu,” timpalnya. (yon)