Pelaku UKM masih Tertekan

11
BERTAHAN: Pelaku usaha ayam di Sijunjung memperlihatkan ternak miliknya beberapa waktu lalu.(IST)

Pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) di Kabuaten Sijunjung terus mendapat tekanan. Beberapa bulan terakhir bahkan banyak usaha masyarakat ambruk hingga berujung gulung tikar. Terutama sektor industri, kerajinan, serta peternakan.

Ketidakjelasan pangsa pasar dan tingginya biaya produksi menjadi salah-satu penyebab yang membuat kelansungan usaha tersebut berjalan tidak kondusif, atau mati suri. Ditambah keterbatasan modal hingga menjadi kalah saing oleh kompetitor bermodal kuat.

Seperti disampaikan Amril, 52, pengusaha itik petelur di Kenagarian Sijunjung, Kabupaten Sijunjung. Dia mengaku usaha yang dijalaninya  ikut merosot drastis akhir-akhir ini. Produksi jauh turun, sementara biaya yang harus dikeluarkan tetap tinggi.

Ditambah pemasaran macet, lantaran konsumen banyak memilih mensuplai stok dari kompetitor luar daerah yang bermodal kuat. Lebih lanjut diijelaskan Amril, sebelumnya jumlah itik petelur yang dikelolanya mecapai 300 ekor dengan total telur yang dihasilkan tiap hari berkisar 185 – 210  butir.

Harga jual per 1 butir rata-rata Rp 3.000, atau Rp 60 ribu sampai 70 ribu per karton. Namun kini per harinya hanya mencapai 40 – 60 butir saja. Atau tidak sampai setengah dari jumlah produksi ideal.

Di sisi lain biaya, mulai dari biaya pakan hingga pemberian nutrisi tambahan tetap seperti biasa. Bila dibatasi bisa berakibat lebih buruk lagi. “Situasi sekarang betul-betul tidak sehat, bak makan buah simalakama jadinya,” keluh Amril.

Baca Juga:  Letkol Inf Reno Handoko Jabat Dandim 0310/SS

Kondisi serupa juga diungkapkan Armidas,48, pengelola usaha batu batako di Nagari Padangsibusuk, Kecamatan Kupitan. Pesanan konsumen terasa sepi  hingga jumlah produksi akhir-akhir ini turun drastis.

Maka proses pencetakan stok (batako) terpaksa dilakukan maksimal dua kali seminggu. Padahal sebelumnya Armidas mempekerjakan minimal tiga orang karyawan tiap hari, bekerja non-stop dari pagi sampai sore.

Batu cetak batako dikirim ke sejumlah toko bangunan serta pesanan khusus oleh warga untuk bahan meterial bangunan rumah, pagar, dan lain sebagainya. “Karena pesanan sepi, proses produksi kini terpaksa dibatasi, atau pencetakan dilakukan untuk sekadar sampel stok saja,” tukasnya.

Hakim,36, pengelola usaha ayam petelur juga mengaku kian waswas terhadap kelangsungan usaha yang dijalaninya. Padahal usaha tersebut baru saja dirintis dengan modal awal mengandalkan kredit pinjaman bank ditambah uang tabungan.

“Saya menjalankan usaha ayam petelur  bekerja sama dengan sebuah perseroan terbatas (PT). Bibit dan bahan pakan, nutrisi dan obat-obatam, disediakan PT, kemudian hasil panen dijual ke mereka. Namun harga yang berlaku ditentukan oleh perusahaan,” jelas Hakim.

Karena dianggap menjanjikan pengusaha muda ini mengelola sekitar 1000-an ayam petelur, dan tercatat sudah mulai satu kali panen. (atn)