Harga Getah Karet Murah, Petani Kian Nelangsa

49
Ilustrasi.(Foto: Ardi)

Anggota DPRD Kabupaten Sijunjung turut prihatin menyikapi harga getah karet yang tak kunjung naik hampir setahun terakhir. Saat ini di tingkat bawah hanya dipatok antara Rp6.000 – 6.500 per kilogram.

Anggota DPRD Kabupaten Sijunjung, Aprisal PB meminta Pemerintah Kabupaten Sijunjung melalui Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait dapat melakukan langkah-langkah bijak agar harga getah karet dapat kembali membaik. Setidaknya penyesuaian harga di tingkat bawah bisa diberlakukan secara layak/wajar.

Apalagi sekarang sedang bulan Ramadhan, biaya kebutuhan hidup meningkat. Sementara harga jual saat ini sangat tidak layak, hingga kalangan petani kian menjerit. Bahkan hasil penjualan tiap minggunya tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

“Warga sering mengeluhkan hal ini pada anggota DPRD dalam setiap kunjungan ke masyarakat. Mereka mendesak bagaimana supaya harga karet dapat kembali diangkat,” sebut Aprisal PB yang merupakan politisi PAN.

Seorang petani karet di Nagari Palangki, Kecamatan IV Nagari, Kairul,57, menuturkan, harga getah karet sekarang sangat murah. Setelah dihitung-hitung, harga jual tidak sesuai dengan biaya operasional yang dikekuarkan.

“Bila dihitung-hitung, kini harga jual ke tauke tidak sesuai dengan biaya operasional. Sehingga yang dapat hanyalah capeknya saja,” kata Khairul kemarin.

Lebih lanjut dijelaskannya, turunnya harga karet sudah berlangsung sejak tiga bulan terakhir, dan kini berada pada situasi terburuk. “Dari Rp 12.000 turun ke Rp 11.500, lalu turun lagi menjadi Rp 10.000, lanjut Rp 8.000, dan sekarang dibeli hanya Rp6.000 – 6.500 per kilogram,” ungkapnya.

Baca Juga:  Letkol Inf Reno Handoko Jabat Dandim 0310/SS

Dikatakannya, ia kebetulan punya sebidang kebun karet dengan lokasi tidak jauh dari rumah. Lahan garapan tersebut sekaligus menjadi satu-satunya sumbet mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Tidak terkecuali untuk biaya sekolah empat orang anaknya yang duduk di Sekolah Dasar (SD) – SMA.

Hasil pendapatan panen tiap seminggu sekali paling banyak hanya Rp 500 ribu, dan hasil penjualan itu juga harus dibagi tiga karena proses menyadap getah tiap harinya membutuhkan tenaga tiga orang.

Sehingga setelah dikalkulasikan masing-masingnya dapat bagian tidak sampai Rp 200 ribu  per minggu. Belum lagi biaya ini dan itu yang terkadang tidak bisa diekakkan. “Biaya operasional masing-masing kami tiap hari paling sedikit Rp40.000. Jika dihitung-hitung, maka tak ada hasil bisa dibawa pulang,” cetus Khairul.

Hal senada juga dikeluhkan Saprizal, 43, karet di Nagari Padangsibusuk, Kecamatan Kupitan, Kabupaten Sijunjung. Namun atas kondisi tersebut Saprizal mengaku tidak punya pilihan, hingga untuk sementara ini Ia terpaksa berhenti menyadap getah karetnya.

“Harga terlalu murah, maka kami berhenti dulu menyadap getah. Ini sudah berlangsung sejak sebulan lalu. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, saya ikut teman jadi buruh proyek,” sebut Saprizal.

Akibat harga jual anjlok, kini petani karet di Kabupaten Sijunjung makin banyak dililit hutang hingga mereka kian merasa depresi. Ditambah harga-harga kebutuhan pokok malah kian mahal. “Untuk biaya hidup sehari-hari kadang kami meminjam uang pada saudara dan tetangga. Kebetulan di rumah kami tidak  punya tabungan,” pungkasnya.  (atn)