Harga cabai merah di Solok Selatan (Solsel) masih bertengger Rp12 ribu per kilogram. Turunnya harga cabai dapat menghemat pengeluaran masyarakat di tengah krisis ekonomi akibat pandemi.
Namun di sisi lain merugikan para petani cabai. Karena biaya perawatan cabai hingga masa panen sangat mahal. ”Di sisi harga, masyarakat terbantu saat dilanda wabah pandemi ini. Namun di sisi lain para petani merugi,” ungkap Agustibar, 39, pedagang cabai di Solsel kepada Padang Ekspres, Jumat (15/5).
Diakuinya, banyak petani mengeluh ke pedagang soal harga cabai mengalami penurunan. Menurut petani, jika pedagang membeli cabai Rp15 ribu ke bawah maka petani akan merugi, dan situasi ini dialami petani.
Nah, kalau harga masih Rp20 ribu dibeli pedagang, petani bisa balik modal dan dapat untung sedikit dari jerih payahnya bercocok tanam cabai merah.
Bila kualitas cabai bagus, maka akan dibeli pedagang seharga Rp 8 ribu hingga Rp10 ribu sekilo. Namun bila kondisinya kurang bagus kisaran Rp5 ribu sekilo. Terjangkaunya harga, cabai merah laku dipasaran. Rata-rata pengunjung pasar membeli satu kilogram per orang.
”Saat harga mahal umumnya yang beli 1/4 kg. Tapi saat harga murah, rata-rata pengunjung pasar membeli cabai per orang 1 Kg,” jelasnya.
Setelah pandemi berakhir, diperkirakan harga cabai bakal mengalami kenaikan. Disebabkan, petani sudah jarang menanam cabai dengan kondisi harga tidak bersahabat.
Mairadi,43, pengunjung pasar mengatakan, beruntung harga kebutuhan harian seperti cabai merah dan beras tidak mengalami kenaikan.
”Yang jelas beras dan cabai, harganya tidak naik. Kalau dua item kebutuhan pokok ini naik, pasti kondisi masyarakat akan semakin sulit dengan pendapatan keluarga sedikit,” jelasnya.
Tapi bawang merah yang mengalami kenaikan, kalau bawang tidak ada bagi dia tidak masalah. Asalkan beras dan cabai harganya naik. (tno)