Memasuki pekan terakhir tahun 2020, sejumlah harga bergerak fluktuatif. Bahkan beberapa di antaranya terus merangkak naik. Salah satunya cabai terus mengalami kenaikan hampir menyentuh angka Rp 60 ribu per kilogram.
Endang K, 46, penjual cabai di Pasar Raya Solok menyebut saat ini harga cabai berkisar di Rp 55 ribu hingga Rp 60 ribu per kilogram. Kenaikan tersebut secara konstan terjadi selama bulan Desember ini. “Saya membeli langsung ke petani sekitar Rp 35- 45 ribu per kilogram,” tuturnya.
Pedagang lainnya, Suherni, 49, menyebut harga mahal biasanya karena persediaan menipis. Hal itu sedang terjadi pada bulan ini sebab rata-rata petani pada akhir tahun ini baru mulai menanam cabai.
Ditargetkan jelang bulan Ramadhan tahun depan panen. Dengan demikian, otomatis ada sedikit kekurangan persediaan di pasaran. Sebab cabai saat ini kebanyakan diterima dari luar daerah. Khusus untuk cabai lokal, persediaan sangat kurang.
“Kita saja sebagai pedagang susah mendapatkan cabai yang bagus. Mungkin juga ada faktor cuaca tak menentu ini, dan sekarang juga akhir tahun,” ungkapnya. Tak hanya persoalan itu, cuaca pada akhir tahun ini yang tidak menentu juga disinyalir sebagai salah satu penyebab panen berkurang. Walaupun harga cabai melambung, tak serta merta ikut menaikkan keuntungan para petani.
Penuturan Syahrial, 48, petani cabai di Nagari Kotogadang, Kecamatan Gunungtalang menyebutkan umumnya saat musim penghujan masyarakat cenderung memilih untuk menanam cabai. Dengan harapan saat musim kering bisa dipanen karena tinggi risikonya jika panen cabai saat musim penghujan.
Atas dasar itu juga kenapa harga cabai ikut melonjak. Besar kemungkinan karena pasokan cabai terbatas tetapi permintaan tetap besar seperti biasa. “Khusus cabai lokal solok, sebagian petani punya kebiasaan menargetkan salah satu panen puncaknya setiap jelang Ramadhan. Artinya sekarang umumnya kami petani cabai banyak yang mulai menanam,” ungkapnya.
Berbanding terbalik dengan cabai, harga beras justru tetap stabil di pasaran. Sebab tidak ada lonjakan permintaan yang berarti terhadap beras. Seperti diketahui, beberapa daerah yang termasuk dalam lumbung padi Kabupaten Solok, seperti Kecamatan Gunung Talang, Kubung, Bukit Sundi, dan X Koto Singkarak, jumlah petani yang panen dan akan panen cukup banyak.
Yudi, 37, warga Talang yang juga pengusaha huller menyebutkan harga beras solok jenis sokan mencapai kisaran antara Rp 13.000 per kilogram. Hal itu bertahan sejak satu bulan terakhir. Begitu juga beras solok jenis anak daro yang pada pekan-pekan terkahir ini bertahan diangka Rp 12.000 per kilogram. “Saat ini harga cenderung normal dan tidak ada kenaikan signifikan, terutama selama bulan Desember ini,” ungkap pria yang akrab disapa Iyuk tersebut.
Ditingkat pedagang atau touke, beras yang dilempar ke konsumen telah di paket dalam karung seberat 10 kg dan 30 kg. Salah seorang pengecer beras solok di Kawasan Cupak, Kecamatan Gunung Talang, Welluril, 35, mengatakan, yang membuat beras mahal jika dijual di luar daerah adalah biaya transportasinya.
Dijelaskannya, sopir yang mengangkut beras tersebut meminta bayaran Rp 1.000 per karung (isi 10 kg). Karena itulah ada yang menjual di atas Rp 14 ribu baik sokan maupun anak daro. Khusus beras, harga naik Rp 500-1.000 merupakan lonjakan yang cukup tinggi bagi beras solok. Secara umum beras solok memiliki harga tinggi dan cukup stabil.
“Naik sedikit saja, itu besar masalahnya. Apalagi harga standar juga tinggi dibanding lain. Naik seribu saja per kilonya, jika ada yang membeli 30 kg, sudah Rp 30.000 itu naik harganya,” pungkasnya. (f)