Datangi Bupati Ungkap Fakta, Peta & Dokumen Negara Nagari Sumpur

73

Tim Penyelesaian Tanah Ulayat Nagari Sumpur, Kecamatan Batipuh Selatan, telah mendatangi Bupati Tanahdatar, Senin (15/3). Tim ini mempresentasikan sejarah, peta dan dokumen negara berkaitan dengan Nagari Sumpur.

Juru bicara tim, H Yohanes mengatakan, pertemuan masyarakat Sumpur dengan Bupati Eka Putra untuk memaparkan situasi dan kondisi perkembangan persoalan Nagari Sumpur dan Malalo sekaligus memperjelas status tanah ulayat Nagari Sumpur, agar tidak terjadi lagi klaim sepihak.

“Semestinya Pemda Tanahdatar cepat tanggap menyikapi persoalan sengketa tanah yang terjadi di Nagari Sumpur. Jangan terkesan, meskipun telah melakukan mediasi dan memfasilitasi daerah yang bersengketa, Pemda masih berkewajiban memberikan pemahaman sekaligus menyatakan fakta-fakta sejarah atau perjanjian atas kesepakatan yang pernah dilakukan bersama pemerintahan,” ujar Yohanes, Rabu (17/3).

Kata H Yohanes, polemik batas ulayat dan batas administrasi itu tidak perlu lagi diperdebatkan sehingga dapat menjadi konflik dan menimbulkan kerugian.

Pasalnya, masalah batas wilayah administrasi sudah selesai. Pada tahun 1955, persoalan batas ulayat dan batas nagari tertuang dalam SK Bupati Tanahdatar Nomor 1 Tahun 1955. Disebutkan rujukan batas ulayat serta administrasi 3 nagari yaitu Bunga Tanjung Sumpur dan Padang Laweh berdasarkan Peta KART VAN DE NAGARIES tahun 1896 dengan copy topkart nomor 28.29.30.34 EN 94 dan juga pilar batas yang berdasarkan peta topografi berbentuk pancang beton yang dibuat jawatan (Dinas-red) Kehutanan Tahun 1936 masih ada hingga sekarang.

“Peta ini masih ada, kami pegang aslinya. Peta ini juga diserahkan pemerintah daerah kepada pihak Nagari Bunga Tanjung dan Nagari Padang Laweh seperti tercantum dalam tembusan SK Bupati Tanahdatar Nomor 01 tahun 1955 ditandatangani Bupati Tanahdatar, Ibrahim Datuak Pamuncak. Jadi tidak perlu diperdebatkan lagi, SK Bupati tersebut belum dibatalkan sampai sekarang. Sebab, Pemkab Tanahdatar pun telah mengeluarkan peta tata ruang pada tahun 2011-2031.  Di dalam SK itu ditegaskan, batas administrasinya sama dengan peta tersebut. Dimana objek yang disengketakan itu, masuk dalam wilayah administrasi Nagari Sumpur,” jelas Yohanes.

Baca Juga:  Melirik Kinerja PT BPR Balerong Bunta, Bukukan Aset Rp13,48 Miliar

Setelah presentasi sejarah dan peta di hadapan bupati, ungkap Yohanes,  tidak perlu kesepakatan lagi, karena peta tata ruang ini telah menyatakan itu wilayah administrasi Nagari Sumpur. Itupun, Badan Pertanahan Nasional yang menerbitkan sertifikat dan juga mengacu pada peta yang juga dibuat pemerintah.

Namun Yohanes menyayangkan ketidaktegasan Pemkab Tanahdatar dalam menyikapi persoalan ini. Hal itu dikatakan Yohanes terkait munculnya tuduhan ada oknum yang menunggangi persoalan ini yang dianggap mafia tanah.

“Saya pastikan tidak ada mafia tanah dalam proses terbitnya sertifikat tanah  hak milik masyarakat di Nagari Sumpur. Kami (masyarakat Sumpu-red) adalah warga negara yang baik dalam pengurusan sertifikat. Tidak hanya itu kami juga warga negara yang patuh prosedur hukum terkait adanya transaksi jual beli tanah yang sudah bersertifikat,” ungkap Yohanes.

Terpisah, Kepala Kesbangpol Tanahdatar, Irwan mengatakan, polemik perbatasan Nagari Sumpur dan Nagari Malalo itu telah masuk ke Pengadilan Negeri.

“Sebelumnya Kita sudah mediasi dengan melibatkan LKAAM Tanahdatar untuk membantu penyelesaian sengketa. Tapi memang belum mencapai titik temu, dan berujung ke pengadilan. Ya, kita akan coba kembali duduk bersama agar benang merah dari persoalan ini bisa diangkat, masalah pun selesai dengan cara baik-baik, ” kata Irwan. (wrd)