Kepemilikan Lahan Sah, Warga Inginkan Kepastian: Tim Rapat Dengan Polda

62
BERBAGI INFORMASI: Beberapa orang warga Nagari Kapalohilalang tengah berdiskusi dengan Tim Percepatan Pembangunan Tol Sumbar di SMA Bukit Barisan, Selasa (28/2).(DEWI FATIMAH/PADEK)

Belasan warga Nagari Kapalohilalang, Kecamatan Kayutanam, Kabupaten Padangpariaman yang terdampak pembebasan lahan tol Padang-Sicincin menggelar pertemuan dengan Tim Percepatan Pembangunan Tol Sumbar di SMA Bukit Barisan, Padang, kemarin (28/2).

Mereka hadir untuk memastikan kepemilikan lahan terbukti sah milik pribadi. Rombongan tersebut merupakan perwakilan dari 118 warga yang belum mendapatkan ganti rugi pembebasan lahan tol Padang-Sicincin.

Ini akibat dari adanya seorang datuak yang menggugat masyarakat tersebut. Alhasil hingga saat ini ganti rugi pun tidak kunjung diterima. Makanya, kedatangan perwakilan masyarakat ini untuk memastikan agar permasalahan bisa diselesaikan secepatnya.

Salah seorang warga yang hadir, Alfia, 53, kepada Padang Ekspres mengaku, orang yang menggugat tersebut pada saat menggugat tidak lagi seorang datuak. Hanya saja pada saat itu belum ada pengganti datuak yang baru. Penggugat menginginkan untuk ganti rugi tanah masyarakat terdampak harus seizinnya.

“Sehingga pada saat pengajuan ganti rugi ia menolak dan tidak ingin menandatangani berkasnya. Sampai pada saat itulah kami-kami yang terdampak memutuskan untuk memusyawarahkan dan mencari jalan keluar. Bahkan, kami juga sudah melaporkan tindakan datuak tersebut, tapi tidak ada jawaban,” ujarnya.

“Jadi sekarang kita ke sini memastikan laporan tanah kita, berapa luas tanahnya, tahun berapa jadi milik kita, dan juga memastikan data penyanggah kita atas gugatan dari penggugat. Jadi harus dipastikan betul keaslian milik kita, agar nantinya penggugat tidak bisa menuntut,” jelasnya.

Tambahnya, penggugat juga meminta 5 persen hasil dari ganti rugi masyarakat tersebut. “Bayangkan saja dia minta bagian 5 persen dari masing-masing NIS yang terdampak. Karena kami menolak, makanya dia ajukan gugatan untuk 118 NIS,” sebutnya.

Dia menambahkan alasan masyarakat menolak pembagian 5 persen tersebut yaitu karena penggugat tidak ada hubungan apapun dengan masyarakat terdampak. Apalagi pada saat itu penggugat tidak lagi merupakan datuak di daerah Kapalohilalang. Sementara, masing-masing tanah masyarakat terdampak sah milik masyarakat itu sendiri.

“Saya juga bingung, tanah milik saya sendiri dan pemberian dari orangtua saya yang sah mereka beli dulunya. Sertifikat pun juga ada. Jadi kenapa harus berbagi dengan penggugat. Tentu ini hal yang aneh, dan jelas kami menolak,” tuturnya.

Hal serupa juga disampaikan Zulharnaidi, 66, yang nasibnya sama dengan Alfia menjadi salah satu warga yang digugat dan belum mendapatkan ganti rugi pembebasan lahan tol. Ia mengaku bahwa keputusan penggugat terkait pembagian 5 persen itu tidak jelas.

“Kita tidak tahu apa yang dia putuskan itu kapan dan di mana musyawarahnya. Jika pembagian 5 persen itu digunakan untuk pembangunan daerah Kapaloilalang, tentu kita tidak akan menolak. Akan tetapi ini tidak jelas. Kita kan maunya semuanya dirembukan baik-baik putuskan secara mufakat. Jangan tiba-tiba hanya minta bagian saja,” terangnya.

Dia juga menyebutkan bahwa penggugat tidak menjelaskan tujuan dari permintaan bagi hasil 5 persen tersebut. Penggugat menuntut atas keputusan yang tidak jelas itu pula membuat warga tidak ingin mengikuti permintaannya.

“Tapi sekarang, penggugat mau menarik kembali gugatan tersebut apabila masyarakat mau mengakuinya sebagai ninik mamak kembali. Akan tetapi yang mengakuinya siapa? Sementara kemenakannya pun ikut serta digugatnya. Kalau sudah begitu, bagaimana tidak jika ponakan tidak memusuhinya,” paparnya.

Dia menyebutkan luas tanahnya yang terdampak tol Padang-Sicincin yaitu seluas 880 meter. Namun, ia menuturkan masih ada masyarakat lainnya yang terdampak dengan luas tanah lebih besar.

“Kami tidak pernah menghalang-halangi pembangunan tol. Tapi ya seperti inilah malah ada saja oknum yang memperlambat. Kalau ditanya, tentu kami ingin tol ini cepat selesai, jangan lagi ada persoalan-persoalan seperti ini. Maka dari itu hari ini (28/2) kita diarahkan untuk melaporkan bahwasanya tanah itu benar milik kita, kapan mulai digarap, dan memastikan sertifikatnya,” tuturnya.

Baca Juga:  Polda Sumbar Panggil Saksi-Saksi, Ganti Rugi Tunggu Penyelesaian Gugatan

Anggota Tim Percepatan Pembangunan Jalan Tol Sumbar Syafrizal Ucok menyampaikan, masyarakat yang digugat sengaja dikumpulkan untuk memastikan keaslian kepemilikan masing-masing warga terdampak.

“Yang mana ini perlu kita kumpulkan lagi sebagai bahan untuk menyanggah dari si penggugat. Mulai dari tahun penggarapan tanah, kepemilikan dan juga luas yang terdampak,” sebutnya.

Dia mengatakan, masing-masing orang melaporkan data-data yang dibutuhkan tersebut. Ia juga membenarkan bahwa sampai kemarin belum ada pencabutan gugatan dari penggugat.

“Sehingga besok (hari ini, red) kita bersama seluruh pihak terkait, termasuk Polda dan pihak lainnya akan mengadakan rapat untuk menindaklanjuti permasalahan ini. Rapat ini pun wajib dihadiri oleh seluruh pihak terkait. Jadi dari rapat ini bisa kita lihat nanti bagaimana penyelesaian dan progres tol ini ke depannya. Kalau maunya kita tentu ini bisa selesai besok juga,” tutupnya.

Pemprov Harus Tegas

Pengamat hukum Prof Busyra Azheri meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar bertindak tegas terhadap hal ini. Katanya, jika seseorang telah dicabut statusnya, sebagaimana soal di Kapalohilalang yang bersangkutan tidak ada hak melaporkan ataupun menggugat masyarakat kaumnya dalam pembebasan lahan tol Padang-Sicincin tersebut.

“Sebenarnya masalah ini harus kita lihat kembali bukti formil, sepanjang bukti formil menyatakan Si A atau B pemilik yang sah, maka tidak ada halangan bagi hukum untuk menangguhkan pembayaran. Sedangkan, jika ada ninik mamak yang menyatakan protes atau keberatan. Itu kembali lagi ke masalah legalitasnya,” jelasnya.

Jika secara hukum, ninik mamak tersebut tidak punya legalitas, maka tidak ada sedikitpun hak orang tersebut untuk menggugat. Apalagi jika ninik mamak tersebut sudah diberhentikan oleh kaum dari posisinya. Sebab, yang menyatakan seseorang sebagai ninik mamak adalah diakui oleh para kaum itu sendiri.

“Akan tetapi kaumnya saja tidak mengakui lagi, berarti dia tidak bisa dinyatakan sebagai ninik mamak yang sah untuk mewakili apa-apa yang terkait dengan kewenangan tanah milik kaum tersebut. Sehingga kapasitasnya juga diragukan, otomatis masyarakat menolak. Apalagi sampai diminta pembagian 5 persen,” terangnya.

Menurutnya, jika masyarakat terdampak meminta bantuan ke Pemprov itu hal yang wajar, karena mereka memiliki hak atas itu. Oleh sebab itu, dalam hal ini pemprov harus mampu memahaminya. Pada saat masyarakat sudah menyatakan ikhlas melepaskan tanah dengan syarat ganti rugi untuk pembangunan tol, maka itu tidak ada alasan bagi Pemprov untuk menunda.

“Tentu dengan catatan, setiap penerima ganti rugi harus membuat pernyataan tanggung jawab mutlak. Apabila dikemudian hari ditemukan bukti lain yang menyatakan dia bukan pemilik yang sah, andaikata sampai ke persidangan, yang bersangkutan wajib mengganti rugi uang yang telah diterimanya. Sehingga ini merupakan dasar pemprov lepas dari tanggung jawab,” paparnya.

Akdemisi dari Univeritas Andalas ini menyampaikan, jika gugatan itu terus diikuti, maka tidak akan ada ujung dan penyelesaiannya. Jika terus ada masalah gugatan, maka tanah tersebut bisa langsung dikonsinyasikan saja. Hanya saja, dalam hal ini persoalannya sangatlah jelas, masyarakat kaum tinggal melaporkan penggugat ke KAN.

“Karena kalau penggugat sudah bukan lagi ninik mamak, maka permasalahannya akan selesai. Sebab yang memberhentikan seseorang dari jabatan sebagai datuak atau ninik mamak itu adalah tugas dari KAN, prosesnya pun tidak gampang, ada hukum yang harus dilewati,” lanjutnya. (cr4)